Sebagai upaya mempererat semangat persatuan serta memperdalam pemahaman tentang nilai-nilai kebangsaan, Pusaka Indonesia menginisiasi sebuah forum dialog bertajuk “Sarasehan Kebangsaan: Membumikan Pancasila, Membangkitkan Nusantara”. Kegiatan ini menjadi ruang strategis untuk membahas berbagai tantangan kebangsaan serta menumbuhkan kesadaran kritis mengenai pentingnya kontribusi setiap individu, khususnya generasi muda, dalam membangun bangsa.
Acara ini diselenggarakan pada 24 Agustus 2025 di Wonogiri, Jawa Tengah, dengan menghadirkan narasumber yang kompeten di bidangnya. Forum ini terbuka untuk umum, baik melalui kehadiran langsung di lokasi maupun partisipasi secara daring melalui kanal YouTube resmi Pusaka Indonesia.
Baca juga: 80 Tahun Kemerdekaan, Saatnya Kembali ke Nilai-Nilai Luhur Pancasila
Tak sekadar sebuah dialog interaktif, sarasehan ini juga menjadi momentum untuk mengajak masyarakat memahami kembali esensi Pancasila. Tujuannya bukan hanya menghafal lima sila, melainkan menghayati nilai-nilainya dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Narasumber yang hadir antara lain:
- Setyo Hajar Dewantoro, Ketua Umum Pusaka Indonesia, yang membahas tentang penerapan nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
- Dr Revrisond Baswir, Penasihat Studi Ekonomi Kerakyatan dari Universitas Gadjah Mada.
- Laksda Purnawirawan TNI Untung Suropati, inisiator Gerakan Kembali ke Nusantara (GKKN) yang membahas peran Pancasila dalam ketahanan nasional.
Semangat Bangun Negeri dari Wonogiri
Sarasehan yang berlangsung khidmat ini dibuka oleh Bupati Wonogiri, Setyo Sukarno, yang menyambut baik penyelenggaraan kegiatan. Di antara 100 orang peserta, turut hadir Camat Giriwoyo Sri Sundoro, PJ Kepala Desa Sirnoboyo Agung Trisilo, serta sejumlah pejabat dari jajaran pemerintahan dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Wonogiri. Dalam sambutannya, Bupati Wonogiri berharap kegiatan ini dapat membangun pemikiran yang konstruktif, progresif, dan revolusioner.
Dalam paparan materinya, Dr. Revrisond Baswir menyoroti hilangnya diskusi pemikiran para pendiri bangsa dalam mengkaji ekonomi Pancasila. Ia pun menawarkan pendekatan dalam mempelajari ekonomi Pancasila dengan menggali substansi dan esensinya. Revrisond juga memaparkan ciri ekonomi Pancasila dan bagaimana struktur ekonomi yang ada saat ini telah jauh dari prinsip demokrasi ekonomi. “Hal ini karena neoliberalisme, kolonialisme, dan individualisme yang bertentangan dengan Pancasila masih tumbuh subur di berbagai aspek kehidupan bangsa,” ujarnya.
Baca juga: Pusaka Indonesia dan Implementasi Ekonomi Pancasila
Sementara itu, Laksda TNI Purn. Untung Suropati menawarkan gagasan untuk redefinisi, reposisi, dan reaktualisasi Pancasila sebagai syarat dalam mewujudkan kebangkitan Nusantara. Menurut Untung, Pancasila juga merupakan dasar negara dan sumber dari segala hukum yang berlaku di Indonesia. Selain diterapkan dalam sistem politik dan ekonomi, Pancasila juga mencakup cara hidup bermasyarakat yang mengutamakan gotong royong, kerjasama, dan tenggang rasa. “Kita harus menyadari bahwa Pancasila bersumber dari nilai luhur Nusantara yang bersifat terbuka dan tidak dogmatis,” jelasnya.
Pada sesi akhir, Setyo Hajar Dewantoro yang biasa disapa SHD memaparkan hasil refleksinya akan makna dari simbol-simbol di tiap sila Pancasila. Menurut SHD, para founding fathers negara ini di masa lalu tidak asal menyematkan simbol, namun ada makna luhur di baliknya. Salah satu contohnya, sila Ketuhanan yang Maha Esa memiliki simbol bintang, yang memiliki makna tentang kesadaran manusia yang tumbuh ketika mempraktikkan budaya luhur, yakni hening cipta. “Hening cipta adalah budaya luhur, di mana kita melampui kesibukan pikiran untuk betul-betul menikmati momen saat ini,” papar SHD.
SHD menjelaskan bahwa penghayatan akan makna filosofis Pancasila seharusnya dapat membuat kita menjadi masyarakat yang memiliki kesadaran ketuhanan yang universal, tidak mementingkan diri sendiri, bahkan berbuat jahat. Untuk itu, ia juga mengingatkan para peserta dan kader Pusaka Indonesia akan pentingnya hening cipta, agar kita tidak hidup dalam ego atau kepentingan pribadi, melainkan bisa memiliki sikap humanis. Sebab bagaimana pun, apa yang kita perbuat di kehidupan saat ini, akan kita petik hasilnya di titik kematian kita. Apakah kita sudah menjadi pribadi yang konsisten di dalam kebenaran? Apakah kita sudah menjadi pribadi yang patriotik? “Semua pengkhianat negara akan memetik hasilnya di titik itu. Jadi tinggal kita pilih, apakah kita mau memberi makna dalam hidup ini atau tidak. Karena toh apapun yang kita pilih, kita yang memetik hasilnya sendiri,” pungkas SHD di akhir acara.
Salah seorang peserta yang juga merupakan Kader Pusaka Indonesia Wilayah Yogyakarta, Edoardo Nanda, mengaku terkesan karena acara ini membangkitkan semangatnya untuk mempraktikkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, Edo juga mengaku mendapat pengetahuan yang lebih mendalam tentang ekonomi koperasi. “Saya jadi tergerak ikut berjuang, dimulai dari diri saya sendiri kemudian ke lingkungan sekitar saya,” tutur pemuda asal Magelang ini.
Selain paparan dan diskusi yang membangkitkan optimisme, turut tampil pula musik keroncong yang dipersembahkan oleh kader Pusaka Indonesia dari Jawa Timur. Lagu-lagu yang dibawakan merupakan hasil gubahan dari SHD, dengan lirik yang memuat semangat patriotisme serta membangkitkan kesadaran spiritual yang universal.
Pusaka Indonesia sebagai Motor Penggerak
Analis Bidang Riset dan Kajian Pusaka Indonesia yang turut hadir, Virine Tresna Sundari, berharap Pusaka Indonesia dapat menjadi motor penggerak dalam membangkitkan kesadaran masyarakat untuk menjadikan Pancasila sebagai panduan hidup. Ia meyakini, perubahan besar harus dimulai dari langkah-langkah kecil yang konsisten. Ia mencontohkan Pusaka Indonesia, di mana gotong royong membangun bangsa bukan sekadar slogan, melainkan sikap hidup sehari-hari.
Oleh karena itu, Virine menegaskan bahwa generasi muda memiliki peran penting dalam berbagai kegiatan di Pusaka Indonesia. Banyak anak muda terlibat aktif, mulai dari pengelolaan kegiatan, hingga riset dan kajian. Yang menarik menurut Virine, hasil riset dan kajian menunjukan temuan bahwa isu kebangsaan, lingkungan, dan nilai budaya mendapat perhatian besar dari kalangan muda, khususnya di media sosial. “Anak-anak muda kini sudah memiliki kepedulian tinggi terhadap isu kebangsaan. Tinggal bagaimana kita mengarahkan dan memperkuat rasa nasionalisme itu,” jelasnya.
Wening Fikriyati & Wisnu Aji Negara
Kader Pusaka Indonesia Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta & DKI Jakarta – Banten