Skip to main content

Ekonomi Pancasila selama ini dipahami oleh banyak ahli tanpa pendekatan yang seragam, sehingga menimbulkan multitafsir. Penasihat Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada, Dr Revrisond Baswir, narasumber dalam acara ‘Sarasehan Kebangsaan: Membumikan Pancasila, Membangkitkan Nusantara’ yang diselenggarakan oleh Pusaka Indonesia pada 24 Agustus 2025 lalu di Wonogiri, Jawa Tengah, menawarkan  pendekatan yang berbeda dalam mengkaji Ekonomi Pancasila. Ia mencoba memahami dari segi esensi dan substansi,  berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. 

Menurut Revrisond, Pancasila merupakan pedoman untuk meruntuhkan struktur ekonomi kolonial, bukan untuk melestarikannya. Di zaman penjajahan, para kolonial telah menindas bangsa kita dengan memaksa kita menanam berbagai komoditas untuk dijual di negerinya, dan memonopoli perdagangan. Inilah yang disebut sebagai struktur ekonomi bercorak kolonial, yang hendak dirombak lewat gagasan Pancasila hasil rumusan Bung Karno. ”Pancasila itu aksi, bukan hanya pikiran dan renungan. Pancasila juga bukan hanya filsafat, melainkan tindakan,” jelas Revrisond.

Lebih lanjut, Revrisond membabarkan ciri-ciri ekonomi kolonial, antara lain:

  1. Memposisikan Indonesia sebagai pemasok bahan mentah bagi negara-negara industri.
  2. Menjadikan Indonesia sebagai pasar produk negara-negara industri.
  3. Menjadikan Indonesia sebagai tempat untuk memutar kelebihan kapital yang dimiliki negara-negara industri tersebut.

Jika melihat indikator-indikator di atas, menurut Revrisond, ternyata Indonesia masih terjajah oleh sistem ekonomi kolonial. “Ini menunjukkan ada yang salah dalam perjalanan bangsa kita,” ucapnya. Revrisond berpendapat bahwa saat ini kita mengalami subversi neokolonialisme yang membuat kata-kata Pancasila, kerakyatan, dan koperasi dipelintir hingga dipahami secara tidak tepat. Bahkan, demokrasi ekonomi juga tidak dipelajari di fakultas mana pun di Indonesia sehingga generasi muda semakin tidak mengerti konsep ini.

Baca juga: Sarasehan Kebangsaan Pusaka Indonesia: Membumikan Pancasila, Membangkitkan Nusantara

Secara substansi, ia melanjutkan, Ekonomi Pancasila dapat ditemukan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa demokrasi ekonomi didasarkan pada produksi yang dikerjakan oleh semua, untuk semua, dan di bawah pimpinan atau kepemilikan anggota-anggota masyarakat. Menurut undang-undang ini, kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran perseorangan. “Pancasila itu anti-kolonialisme, anti-kapitalisme, dan anti-liberalisme, serta anti-individualisme,” tegas Revrisond.

Makna Demokrasi Ekonomi

Dalam acara sarasehan tersebut, Revrisond juga menyoroti bagaimana selama ini pembahasan Pancasila dilepaskan dari pemikiran penggagasnya. Kita dijauhkan dari referensi para pendiri bangsa. Kita asing dengan pemikiran Soekarno, Hatta, Tan Malaka, dan Sjahrir. Padahal, Undang-undang Dasar 1945 merupakan isi pikiran dari para pendiri bangsa tersebut. Revrisond mengungkapkan, jika kita ingin belajar dan serius mengamalkan atau membumikan Pancasila, kata kuncinya adalah dengan melaksanakan demokrasi ekonomi yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. 

Apa yang dimaksud demokrasi ekonomi? Ini adalah sebuah ajaran sosial ekonomi yang menganjurkan dipindahkannya kekuasaan dari tangan pemilik modal perusahaan kepada anggota masyarakat. Revrisond menguraikan bahwa dalam demokrasi ekonomi, seperti halnya demokrasi politik,  perusahaan semestinya memberikan hak kepada karyawan untuk ikut menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin perusahaan. “Perusahaan itu mau tutup atau nggak, mau menambah atau mengurangi karyawan, ya dirembug dulu” jelas Revrisond. 

Sementara itu, secara makro, demokrasi ekonomi bukan hanya soal memastikan rakyat atau karyawan yang memiliki hak menentukan pimpinan. Akan tetapi, negara juga harus memastikan karyawan kita terdidik dan punya pengetahuan. Untuk itu, salah satu poin penting dari penyelenggaraan demokrasi ekonomi adalah adanya akses terhadap pendidikan dan kesehatan. Sayangnya, Revrisond menilai, dalam hal ini Indonesia masih sangat terbelakang. Hingga hari ini, pekerja dengan pendidikan di bawah strata SMP masih ada 56% dari populasi. “Padahal, tanpa pendidikan yang memadai akan sulit menjadi anggota koperasi karena anggotanya harus membuat tindakan-tindakan hukum dan melakukan pilihan-pilihan,” jelasnya. 

Baca juga: 80 Tahun Kemerdekaan, Saatnya Kembali ke Nilai-Nilai Luhur Pancasila

Sementara itu, untuk menjalankan sistem Ekonomi Pancasila, dibutuhkan desentralisasi ekonomi dan pengembangan badan-badan usaha kolektif seperti koperasi dan BUMN. Revrisond mengingatkan bahwa di dalam sistem koperasi, perekonomian harus disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan. Agar rakyat berdaulat secara ekonomi, maka alat-alat produksi semaksimal mungkin dimiliki secara kolektif, baik melalui koperasi maupun melalui BUMN. Revrisond juga menyadarkan kembali bahwa BUMN merupakan usaha milik rakyat, bukan pemerintah. Dengan demikian, masyarakat berhak untuk menuntut perbaikan jika ada hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. “Jika kita berpedoman pada Undang-Undang Dasar 1945, Ekonomi Pancasila sebenarnya sudah jelas. Akan tetapi, realitanya tidak ada yang mau merealisasikan itu,” ungkap Revrisond.

Di akhir sesi, Revrisond mengajak para peserta dan Kader Pusaka Indonesia untuk merawat pemikiran para pendiri bangsa, seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan Tan Malaka.  “Saya ingin generasi muda ini silakan belajar apa saja dan di mana saja. Tetapi jangan lupa baca juga pemikiran Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan Tan Malaka. Hanya dengan cara itu kita bisa mengenal Pancasila,” pungkasnya. 

Menanggapi paparan Revrisond, Ketua Umum Pusaka Indonesia, Setyo Hajar Dewantoro (SHD) mengingatkan pentingnya menjaga semangat koperasi dalam setiap bentuk usaha yang dimiliki. SHD menjelaskan salah satu upaya Pusaka Indonesia dalam menghidupkan Ekonomi Pancasila lewat perusahaan yang dibangunnya. Ia menuturkan, meskipun perusahaan yang dibentuknya berbentuk Perseroan Terbatas (PT), namun praktik yang dijalankan di dalamnya berdasarkan asas Ekonomi Pancasila. 

“Tetapi saya menjaga kesetimbangan bahwa semua lini bisnis kita tidak hanya untuk keuntungan satu orang per orang. Bahkan teman-teman bisa menjadi saksi bahwa mayoritas keuntungan perusahaan kita dinikmati para karyawan, bukan pimpinan. Jadi, meskipun kategori perusahaannya adalah PT, tetapi praktiknya kami sangat koperasi,” tegas SHD.

 

Wening Fikriyati
Kader Pusaka Wilayah Yogyakarta