Skip to main content

Siang itu, di sebuah hotel di Semarang, nampak pria berkaos hijau dengan blangkon di kepalanya sangat bersemangat menjelaskan Sigma Farming kepada peserta Seminar Nasional Pertanian Masa Depan, Ngaji Pancasila, dan Pentas Seni yang diselenggarakan Perkumpulan Pusaka Indonesia Gemahripah (PIG). Dialah Adolf Hutajulu, Ketua PIG Wilayah Kepulauan Riau sekaligus sosok penggagas Sigma Farming. Saat ini Adolf bersama tim penggerak Kebun Surgawi mendorong kader-kader PIG dan masyarakat umum untuk mempelajari dan menguasai metode pertanian Sigma Farming. Sebuah metode pertanian organik yang mampu memulihkan tanah sekaligus meningkatkan produktivitas tanaman. Lalu bagaimana Adolf menekuni bidang pertanian dan bisa memperkenalkan Sigma Farming? 

Awalnya pria lulusan Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara ini bercita-cita untuk pensiun dini di usia 45 tahun. Pekerjaan sebelumnya sebagai drilling engineer atau insinyur pengeboran di perusahaan minyak luar negeri membuat ia sering tak bisa tidur nyenyak karena menyadari profesinya itu turut merusak bumi. Selain itu, latar belakang keluarga yang juga bertani membuat Adolf menyukai tanaman sejak kecil. Setelah pensiun, Adolf pun fokus menggeluti bidang pertanian secara otodidak. Ia belajar ke banyak tempat untuk memenuhi rasa ingin tahunya tentang dunia pertanian. Salah satunya ia menguasai ilmu biodinamik yang berfokus pada pemulihan tanah. Pengalamannya sering ditipu saat membeli bibit dari luar negeri, juga membuat Adolf  mencari dan mempelajari berbagai metode yang mampu meningkatkan produktivitas tanaman secara otodidak.  

Sejak mengenal Setyo Hajar Dewantoro, guru spiritual sekaligus Ketua Umum PIG, hidup Adolf berubah. Lewat laku keheningan yang ia pelajari dan praktikkan, Adolf mendapat anugerah kemampuan mengakses pengetahuan semesta di akashic record hingga akhirnya muncullah Sigma Farming. Jika Anda tertarik memperdalam metode ini, Anda tidak akan bisa menemukan sumbernya di literatur manapun. Inilah salah satu keunikan dari Sigma Farming, di mana pengetahuan tentang pertanian dan peternakan dalam metode ini 30% berasal dari sains dan 70% dari pengetahuan Semesta. 

Adolf Hutajulu Mempraktikkan Metode Sigma Farming di Kebun Surgawi Cihirup, Kuningan, Jawa Barat bersama Para Kader PIG 

Di masa depan, Sigma Farming akan menjadi solusi atas masalah pangan kita yang selama ini didominasi sistem pertanian yang mengandalkan kimia sintetik. Dalam sesi seminar, Adolf menekankan petani sigma harus menghasilkan bahan pangan yang sehat. Inilah salah satu jalan menuju terwujudnya Bumi Surgawi yang selama ini menjadi misi dari PIG di mana tanah dipulihkan, manusia mendapat pangan yang berlimpah dan sehat serta bumi kembali ijo royo-royo.

Adolf ingin mengajak semakin banyak orang menguasai metode Sigma Farming, agar pangan yang kita hasilkan sehat dan tidak merusak tanah seperti pertanian konvensional. Semakin banyak yang terlibat dan berkolaborasi akan mempercepat pemulihan bumi. Maka sejak Oktober 2022 PIG telah menyelenggarakan workshop Sigma Farming sebanyak 2 kali di Cihirup, Kuningan, Jawa Barat. Setelah pelatihan tersebut peserta melanjutkan pembelajarannya melalui platform WhatsApp Group sambil mempraktikan di lahannya masing-masing. Dalam grup tersebut Adolf membantu peserta mengatasi permasalahan-permasalahan yang muncul saat praktik. 

Pria kelahiran Tapanuli Utara, 4 April 1965 ini mendorong setiap peserta yang terlibat dalam Sigma Farming untuk totalitas dan tanpa ambisi dalam menggarap lahannya. Dengan tulus dan ikhlas menjalankan proses, tanaman akan mengerti jika ia diberi kasih sayang dan perhatian, sehingga dapat tumbuh dengan baik. “Kalau dulu saya ngotot tanaman itu harus tumbuh menghasilkan sesuatu untuk saya. Setelah mengenal Mas Guru saya diajarkan zero ambisi, tidak ada kompetisi, akhirnya mengalir begitu saja dan hasilnya jauh lebih bagus dari yang sebelumnya pernah dilakukan,” tutur Adolf saat ditemui setelah Seminar.

 

Sigma Farming sebagai solusi pangan masa depan

 Bisnis pertanian saat ini merupakan salah satu bisnis yang berisiko tinggi, karena banyak faktor yang tidak bisa diprediksi. Ini membuat nasib petani tak menentu. Tetapi Adolf mengungkap bahwa Sigma Farming akan mampu menjadi solusi nyata yang diharapkan semakin menyebar luas dengan cepat. Pola bertani monokultur atau pola bertanam satu jenis yang banyak dilakukan di dunia sudah membawa pengaruh destruktif hingga mempengaruhi kondisi iklim. Sementara itu dalam metode Sigma Farming petani tidak hanya belajar tentang tanah dan tanaman, tetapi juga lingkungan sekeliling seperti, air, sungai, hutan, gunung bahkan koloni hewan-hewan kecil yang memang berkolaborasi membantu polinasi dari tanaman-tanaman kita. Lewat kolaborasi semua elemen inilah kita bisa mendapatkan hasil yang melimpah dan juga berkualitas bahkan melebihi pola tanam konvensional. Ini membuat hasil panen sigma juga bernilai ekonomi tinggi. 

Adolf Hutajulu, Pakar Sigma Farming, menjelaskan teknik merawat tanaman dalam workshop Sigma Farming

Dalam pembelajaran Sigma Farming, petani tidak hanya berproses dalam mengasah kemampuan menanam, tetapi ada interaksi saling memberi dan semangat saling mendukung antara orang yang menanam dengan tanaman itu sendiri. Petani sigma harus punya semangat kolaborasi sebagaimana Semesta ini bekerja. Adolf berharap akan makin banyak petani-petani muda yang ahli dalam Sigma Farming di masa yang akan datang dan menjadi ujung tombak dalam membangun terwujudnya Bumi Surgawi. 

Perkumpulan Pusaka Indonesia Gemahripah melalui program Kebun Surgawi telah meluncurkan Sigma Farming Academy (SFA), di mana akan ada workshop pertanian sigma di berbagai kota. Jika Anda tertarik mendalami metode Sigma Farming atau memiliki lahan yang ingin dikelola dengan metode sigma, silakan mengakses informasinya di sini.