Skip to main content

Aktivitas berkebun kini semakin diminati sebagai salah satu metode belajar yang menyenangkan sekaligus bermakna bagi anak-anak. Tidak hanya bermanfaat untuk mengisi waktu luang, berkebun juga menumbuhkan rasa cinta terhadap lingkungan serta membentuk karakter anak sejak dini.

Aktivitas berkebun kini semakin diminati sebagai salah satu metode belajar yang menyenangkan sekaligus bermakna bagi anak-anak. Tidak hanya bermanfaat untuk mengisi waktu luang, berkebun juga menumbuhkan rasa cinta terhadap lingkungan serta membentuk karakter anak sejak dini. 

Hal ini disampaikan oleh Ni Kadek Dwi Noviyani, Koordinator Bidang Sigma Farming Academy (SFA) Pusaka Indonesia dalam Obrolan Komunitas Radio Republik Indonesia pada 9 April lalu. Kadek Novi, sapaan akrabnya, memaparkan bahwa  bahwa berkebun tidak hanya bermanfaat secara fisik dan kognitif, tetapi juga dari sisi emosional dan sosial anak. Dari sisi psikologis, aktivitas ini juga mengajarkan kasih sayang, melatih tanggung jawab, dan melatih kesabaran. “Mereka jadi bisa menghargai proses tumbuh kembang makhluk hidup serta mengajak anak turut berperan dalam menjaga keseimbangan alam,” jelasnya. 

Selain sebagai Koordinator SFA, sehari-hari Kadek Novi juga beraktivitas sebagai pengajar di Sancaya Indonesia, sebuah sekolah anak inklusif di Tabanan, Bali. Sancaya juga merupakan lokasi Kebun Surgawi (KS) 78 yang dikelola oleh Kader Pusaka Indonesia di Bali. Di Sancaya, pelajaran berkebun diberikan secara holistik, mulai dari belajar menanam, merawat, hingga mengolah hasil panen. Anak-anak diajarkan mengenali berbagai jenis tanaman, termasuk tanaman berduri dan tanaman yang bisa menyebabkan rasa gatal. “Dengan demikian, anak-anak akan lebih berhati-hati dengan tanaman tersebut,” tambahnya. 

Baca juga: Mengajarkan Anak-anak Berkolaborasi Lewat Kegiatan Panen dan Memasak

Anak-anak Sancaya sedang membuat kompos di bedengan

Proses menanam dan merawat tanaman dilakukan secara berkelompok, bukan individu. Ada yang bertugas menanam benih, ada yang merawat dan menyirami, dan yang lainnya mengamati dan mencatat pertumbuhan atau permasalahan yang dijumpai pada proses pertumbuhan tanaman tersebut. 

Tidak hanya itu, anak-anak juga diajari pengenalan hama dan cara penanganannya. Lalu ketika tanaman menghasilkan buah hingga masa panen, mereka juga diajarkan cara pengolahan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan. “Atau bisa juga bahan jamu dan herbal dengan rasa yang tidak pahit sehingga disukai anak-anak,” papar Kadek Novi. 

Mengingat Sancaya juga merupakan lokasi KS 78, maka anak-anak juga diajarkan teknik berkebun organik dengan metode Sigma Farming. Mereka diajarkan tentang cara bertani ramah lingkungan dan merawat tanah dengan metode yang selaras dengan alam. Kadek Novi mengajar anak-anak berusia 6 hingga 14 tahun. Namun demikian, ia mengatakan, pembelajaran ini bisa diikuti oleh semua kalangan, termasuk orang dewasa. 

Kadek Novi memiliki harapan yang lebih jauh tentang pendidikan anak-anak ke depannya. Ia berharap akan lebih banyak lagi anak-anak yang lebih menghargai alam, menyenangi aktivitas berkebun. “Dan tentunya tidak akan lagi merusak bahkan menghancurkan alam,” tambahnya. 

 

Neneng Sri Susanawati
Kader Pusaka Indonesia Jawa Barat