Skip to main content

Pendidikan tidak dapat dikotak-kotakan. Itulah mimpi yang tengah diperjuangkan oleh Nabila Nurfatkhiyah. Mengalami ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) sejak kecil menumbuhkan tekadnya untuk mendirikan sekolah inklusif bagi seluruh anak-anak lokal, terutama special needs. Bagaimana kisahnya?

Siang itu menunjukkan pukul 11.00 WITA. Matahari yang seharusnya terasa terik tertutupi oleh dedaunan pohon-pohon yang tumbuh subur dan lebat. Berbagai mainan dan buku-buku dipersiapkan untuk anak-anak yang ingin bermain dan belajar di Sancaya Indonesia. Derai tawa anak-anak menyeruak ketika sosok perempuan berpenampilan trendy membariskan mereka bak kereta api. Ya, dia Nabila Nurfatkhiyah, Founder Sancaya Indonesia yang telah mengajar puluhan anak-anak lokal dan special needs di sini.

Mengikuti langkah Nabila, ternyata anak-anak diarahkan menuju kebun untuk belajar bersama. Sebelumnya, Nabila menjelaskan bahwa seluruh tanaman yang tumbuh subur tersebut merupakan hasil karya muridnya di Sancaya. Anak-anak diajarkan untuk mengamati langsung di alam. 

Di sebuah bangunan kayu yang tampak kokoh dan nyaman, Nabila menceritakan mimpinya untuk memberikan sistem pendidikan sesuai bakat dan minat setiap muridnya. Sancaya Indonesia merupakan sekolah inklusif yang diperuntukan dari anak-anak hingga remaja, terutama special need,  yang menerapkan metode subsidi silang untuk masyarakat kurang mampu. Di sini seluruh anak belajar saling mengerti dan memahami satu sama lain, serta berkolaborasi bersama alih-alih bersaing.

Berdirinya tempat penuh hangat ini bermula ketika Nabila yang saat itu duduk di bangku taman kanak-kanak mendapat perlakuan kurang mengenakan dari orang-orang sekitarnya. Nabila yang sulit untuk fokus dan hiperaktif, kerap dimarahi oleh guru dan orang tuanya karena hal tersebut. Hal ini melukai perasaan Nabila kecil saat itu yang belum mengerti tentang dirinya.

Beranjak dewasa, darah kelahiran Jawa Timur ini berpetualang mengajar di berbagai sekolah di Bali dengan harapan akan menemukan jawaban mengenai dirinya. Hingga berakhirlah Nabila di salah satu sekolah internasional di Canggu yang menyediakan Special Need Department. Sekian lama mengajar, Nabila mulai memahami apa itu special need dan memutuskan untuk memeriksakan dirinya ke psikolog. Saat itulah, Nabila mengetahui bahwa dirinya mengalami ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder).

Sejak hal itu pemikiran Nabila mulai terbuka mengapa dirinya saat kecil kurang fokus, dan mempelajari sistem pendidikan yang cocok untuk anak ADHD. Satu hari, hati Nabila terbuka melihat sistem pendidikan anak-anak lokal yang tertinggal jauh dibandingkan sekolah internasional. “Sistem pendidikan yang diajarkan hanya menghafal dan menjawab soal. Anak-anak tidak diajarkan mengenai critical thinking, problem solving, dan mengenal potensi dirinya. Dari situ aku berpikir untuk membuat sekolah bagi anak-anak lokal,” ujarnya sembari tersenyum.

Untuk merealisasikan mimpinya, tentu tidak semudah membalikan telapak tangan. Nabila memutar otak untuk mendapatkan biaya agar dapat mencukupi seluruh kebutuhan yang diperlukannya, salah satunya dengan mengajar 2000 jam secara online. Hasil kerja kerasnya itu kemudian menjadi modal untuk membangun Sancaya Indonesia. 

Proses pembelajaran di Sancaya Indonesia

Sancaya Indonesia merupakan sekolah inklusif yang menyediakan fasilitas terapi untuk special needs dan layanan konseling. Anak-anak diajarkan untuk berkolaborasi, dan berkembang sesuai minat dan bakat mereka. Selain itu, anak-anak juga diajarkan untuk mengolah hasil kebun mereka, seperti pembuatan eco-enzym, ataupun pembuatan kuliner untuk mereka.

Tentunya dibalik itu, terdapat kesulitan yang dilewati, salah satunya soal tenaga guru yang sabar dan tulus. Nabila menegaskan untuk menjalankan misi tersebut dibutuhkan guru yang memiliki kesabaran dan tulus untuk bekerja sama dengan mereka. Sebagaimana yang ditambahkan Nabila, “Skill bisa dibentuk, tapi hati tidak. Kami membutuhkan orang-orang yang tulus memiliki kemampuan untuk bergerak untuk kemanusiaan.”

Perjalanan mimpi Nabila dan Sancaya Indonesia tentunya masih panjang. Banyak hal yang perlu dibenahi. Nabila mengaku hingga saat ini mereka masih berusaha dan berproses untuk memberikan sistem pendidikan terbaik untuk anak-anak lokal. Perlahan namun pasti dengan karsa yang dimilikinya untuk mewujudkan sejuta asa di Sancaya Indonesia. (*)

 

NI LUH MADE SETIAWATI

Peserta Kelas Jurnalisme Pusaka Muda