Kehidupan sehari-hari masyarakat modern tak lepas dari sampah. Mulai dari bungkus makanan, minuman, kemasan produk pembersih, hingga sampah dapur seperti minyak jelantah dan sisa-sisa makanan. Sampah-sampah ini masih menjadi masalah bagi sebagian masyarakat. Apalagi kini, sampah di DI Yogyakarta semakin menumpuk sejak ditutupnya TPA Piyungan, yang membuat kota dan kabupaten harus mengelola sampahnya masing-masing.
Menyikapi hal tersebut, Pesantren Bumi Cendekia Sleman, baik pada tingkatan SMP maupun SMA, berusaha mengolah dan membereskan sampah rumah tangganya secara mandiri. Dimulai dengan memilah sampah sesuai jenisnya. Beberapa jenis ada yang bisa dijual ke pengepul, sebagian lagi dapat didaur ulang menjadi komoditas tertentu, dan sampah yang tidak bisa diolah kembali kemudian dibakar. Namun demikian, masih ada sampah sisa makanan yang masih menjadi kendala.
Makanan sehari-hari telah tersedia di pesantren dan diambil secara prasmanan oleh para santri. Akibatnya, seringkali terdapat sisa makanan. Sebenarnya pihak pesantren telah berupaya agar sampah tersebut bisa didaur ulang atau dimanfaatkan, seperti memberikannya kepada karyawan pesantren yang memiliki ternak unggas di rumahnya untuk dijadikan pakan. Namun, upaya tersebut belum cukup.
Tak mau masalah ini berlarut-larut, pemimpin Pesantren Bumi Cendekia bergerak cepat mencari solusinya. Salah satunya dengan menggandeng Baznas (Badan Amil Zakat Nasional), melalui Program Lumbung Pangan Baznas. Koordinator Baznas, Tri Hariyono kemudian mencari cara mengolah sampah sisa makanan dengan menyampaikannya kepada temannya, Listi. Listi inilah yang memperkenalkan Migan Zulmi, Koordinator Sigma Farming Academy Pusaka Indonesia. Migan pun segera menghubungi tim Pusaka Indonesia wilayah DIY agar membantu Bumi Cendekia dalam mengelola sampah dapur.

Tim Sigma Farming mengunjungi Pesantren Bumi Cendekia
Tim Pusaka DIY bergerak cepat dengan mengunjungi Pesantren Bumi Cendekia pada tanggal 21 Juni 2024, sekitar pukul 14.00 WIB. Pertemuan dilaksanakan di Aula SMP dan Pesantren Bumi Cendekia. Selain dihadiri oleh beberapa pengurus pesantren, pihak pesantren juga turut mengundang petani mitra binaan dari berbagai wilayah di sekitar pesantren, seperti Minggir, Turi, dan Moyudan, Sleman. Setelah perkenalan singkat, Probojati selaku ketua wilayah Pusaka DIY menjelaskan profil Pusaka Indonesia. Tak lupa ia juga berbagi pengalaman dalam memanfaatkan berbagai sampah organik yang dapat dimanfaatkan sebagai penyubur tanaman dan pemulih tanah, yang terangkum dalam pertanian metode Sigma Farming.
“Sigma Farming ini bertujuan untuk memulihkan tanah,” ungkap Probojati. Pada kesempatan itu pula, ia menjelaskan teori tentang pembuatan Bakteri Pemulih Tanah (BPT) Sigma 1, BPT Sigma 2, Kompos Sigma, dan pembuatan Eco Enzyme.
Tak ketinggalan, salah seorang petani yang hadir juga bertukar pengalamannya dalam menerapkan sistem organik yang pernah dilakukannya. Sesi sharing pengalaman ini kemudian diteruskan dengan sesi praktik. Theo Roberto, kapten Sigma Farming Yogyakarta, memimpin sesi praktik dengan menjelaskan dan memperagakan langkah-langkah membuat Eco Enzyme dengan bahan-bahan dan alat sudah dipersiapkan sebelumnya, dan berhasil dibuat 12 liter Eco Enzyme.
Selepas itu, kegiatan berlanjut pada pembuatan kompos dari makanan sisa. Langkah-langkah pembuatannya adalah sebagai berikut:
- Siapkan karung
- Siapkan limbah dapur, bahan organik yang berwarna hijau dan coklat
- Basahi bahan organik yang berwarna coklat agar cepat terurai
- Masukkan bahan-bahan ini secara berurutan: tanah, limbah dapur, hijauan, bahan organik coklat
- Percikan air vortex BPT Sigma 1 dan 2 atau air cucian beras
- Ikat karung, lalu diamkan.
- Cek setelah 1 bulan. Jika kompos menghitam dan terasa dingin, maka kompos siap digunakan

Praktik mengolah limbah dapur
Selama sesi praktik, Theo menjawab berbagai pertanyaan dari para peserta yang terlihat sangat antusias. Pada saat memasukkan rumput-rumput liar, Probojati bercanda, “Jika ada rumput atau tanaman liar di halaman, anggaplah itu harta karun.”
Semua peserta tertawa sambil mengiyakan. Sesi praktik diakhiri dengan pembagian Eco Enzyme kemasan botol kecil kepada seluruh peserta yang hadir. Pada sesi penutup, semua berkumpul lagi di Aula. Dalam kesempatan ini pula, tim Sigma Farming Pusaka Indonesia membuka diri apabila ada yang tertarik mengaplikasikan pertanian organik dengan metode Sigma Farming. Probojati dan Theo Roberto pun diajak pihak pesantren untuk meninjau sampah sisa makanan untuk memperkirakan berapa banyak wadah dan bahan yang akan diperlukan untuk membuat kompos. Dalam sehari, didapat sisa makanan 7 ember bekas cat berukuran 25 kilogram.
Demikianlah, dengan adanya kolaborasi dari berbagai pihak, keberadaan sampah yang mengganggu dapat terkelola dengan baik, sehingga tak ada lagi yang terbuang sia-sia. Dari yang awalnya limbah menjadi berkah.
Stella Manoppo
Kader Pusaka Indonesia wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta