Metode Sigma Farming yang sudah dikembangkan oleh Pusaka Indonesia sejak empat tahun lalu, telah menampakkan hasil nyata di Kebun Surgawi di berbagai wilayah. Namun tak semua beruntung bisa memiliki lahan luas untuk bisa memiliki Kebun Surgawi, maka Bidang Pendidikan dan Pemberdayaan Pusaka Indonesia kemudian mengembangkan Urban Sigma Farming, yang ditujukan untuk kaum urban perkotaan agar tetap bisa bertani di lahan yang sempit.
Urban Sigma Farming (USF) mengajak para kader serta pengurus wilayah untuk dapat menjadi penggerak masyarakat dalam menyederhanakan Sigma Farming pada lingkup kecil skala rumah tangga. Mengusung konsep meniru cara alam dalam menjaga ekosistem, Urban Sigma Farming memiliki batasan-batasan dan cara tertentu dalam bercocok tanam untuk menghasilkan pangan yang sehat. Selain itu, cara bertani yang benar dapat membuat pemilik tanaman bisa mengatur waktu untuk merawatnya meskipun dengan kesibukan yang padat. Hal ini dikarenakan media tanam yang sudah diatur memiliki kesuburan tanah yang baik, sehingga tanaman pun dapat ternutrisi untuk jangka waktu yang panjang.
Baca juga: Bangun Keberdikarian Petani, Sigma Farming Academy Kembangkan Riset Pupuk Organik Granul
Untuk memperkenalkan Urban Sigma Farming kepada para kader, telah diselenggarakan pelatihan daring pada 5 September 2025 lalu. Sebelumnya, para peserta diberikan arahan untuk mempersiapkan bahan apa saja yang dibutuhkan, dari mulai daun-daun kering, sampah rumah tangga yang sudah dikumpulkan beberapa hari sebelumnya, kompos yang sudah dibikin sendiri di rumah jika sudah ada, serta pot/poly bag, dan lainnya.

Pelatihan Urban Sigma Farming (USF)
Berikut bahan-bahan selengkapnya :
- Botol air mineral / gelas plastik bekas / toples plastik bekas
- Sampah organik rumah tangga (dikumpulkan H-2 agar tidak bau)
- Daun kering dan daun hijau
- Limbah cangkang telur : 1 genggam
- Limbah kulit bawang merah : 1 genggam
- Limbah ampas kopi dan teh : 250 gram
- Garam krosok : 1 sdm
- Polybag, planter box, pot atau galon 5-15 liter bekas
- Tanah
- Sekam bakar atau pasir kasar
- Benih sayuran seperti kangkung, pakchoy, dan tanaman-tanaman yang sudah disarankan seperti bayam, terong, cabai, tomat, selada, dan lain-lain.
Setelah itu, bimbingan serta diskusi dilaksanakan terbuka di whatsapp grup dengan pendampingan yang akan terus berlanjut demi terciptanya kepengurusan dan kader yang cakap dalam pertanian supaya dapat bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya masing-masing.
Kelas ini didominasi oleh para pemula, seperti Aniswati Syahrir, seorang pekerja LSM yang bekerja di Jakarta. Anis tinggal di kawasan yang sulit mencari lahan terbuka, bahkan di halaman rumah pun tidak ada yang kosong, sehingga untuk menaruh pot juga harus diperhatikan peletakannya dengan mempertimbangkan cahaya matahari sebagai kebutuhan tanaman.
Baca juga: Sigma Farming: Menghidupkan Kembali Kesuburan Tanah di Kebun Surgawi 88
Namun, yang tak kalah penting dalam praktik USF, adalah konsistensi untuk mengurus tanaman dari mulai memberi pupuk, menyiapkan pestisida nabati untuk mengusir hama. Untuk penggunaan pupuk juga tidak diperkenankan sembarang membeli dari toko sebab bisa diragukan ke-organikannya, dan lebih dianjurkan membuatnya sendiri dengan memanfaatkan sampah dapur sebagai usaha untuk mengurangi jejak karbon di area perkotaan.
“Solusi bagi tantangan tersebut yang paling utama adalah kembali kepada niat awal. Ketertarikan untuk bergabung dalam kegiatan, tidak hanya sebagai pembelajaran dan kemandirian pribadi. Tapi, juga keinginan hidup yang lebih berdampak untuk masyarakat,” kata Anis.
Mirip dengan Anis, Rinaldi selaku penanggung jawab program Urban Sigma Farming wilayah Jawa Barat, mengakui bahwa ini pengalaman pertamanya sehingga dirinya perlu banyak belajar. Beruntung, bimbingan di grup whatsapp membuatnya menemukan banyak solusi dengan cepat. Tidak hanya itu, Rinaldi juga memanfaatkan sosial media untuk tambahan inspirasi belajarnya.
“Praktik Urban Sigma Farming bisa diaplikasikan pada tanaman-tanaman sederhana yang mudah tumbuh, yang penting konsisten merawatnya setiap hari. Selebihnya, untuk amunisi kompos pun dapat dilakukan dengan memanfaatkan sampah dapur,” ujar Rinaldi.
Erna Setiani
Kader Pusaka Indonesia Wilayah Jawa Barat




