Skip to main content

Pengantar Editor:

Habib Qohar, Ketua Garda Penggerak Masyarakat Perkumpulan Pusaka Indonesia Gemahripah (PIG), meninggalkan rumah dan keluarga kecilnya di Makassar pada pertengahan Januari 2021 lalu, untuk mengikuti Workshop Tantra di Blitar dan kemudian pertemuan Kader PIG di Pendopo Kembangkopi Malang. Namun ternyata perjalanan Habib tak hanya beberapa hari itu saja, Semesta menuntunnya untuk melanjutkan perjalanan ke Jogja, Jakarta, Bandung, Malang, Surabaya, Bali, kembali ke Jogja dan baru kembali ke Makassar, setelah 3,5 bulan kemudian.

Perjalanan di beberapa kota dan bertemu dengan banyak orang itu, rupanya jalan Semesta untuk menuntun Habib bertumbuh dan menemukan kesejatian dirinya, sebagai wahana Semesta, Mahadaya Sang Sumber Hidup yang Tanpa Batas.

Mengupas selapis demi selapis sisi gelap, dan mengalami beragam ketidaknyamanan dalam melampauinya, bukanlah proses yang mudah. Banyak sahabat yang mendampingi Habib dalam proses itu, datang dan pergi untuk menghadirkan beragam pembelajaran tersendiri bagi pertumbuhan jiwa seorang Habib di kehidupannya saat ini.

Simak catatan personal Habib yang dibagikannya kepada beberapa sahabat, yang kami rangkum untuk pembaca Pussaka.com. Terus bertumbuh Bib, kami semua mengasihimu, apa adanya dan tanpa batas.

Perjalanan Mengarungi Samudera Kehidupan

The Spirit of Journey Gerbang Samudera 5, begitu kata tulisan di kapal yang tertangkap mata. kata-kata itu sangat menarik perhatian, lautan luas itu berbicara pada saya tentang makna “perjalanan”. Perjalanan mengarungi samudera kehidupan.

Lebih dari tiga bulan lalu, saya keluar rumah untuk pergi berjalan, tapak demi tapak perjalanan melewati kerikil tajam, kadang taman dan penghuni yang indah, tak lupt jalanku juga melewati hutan belantara yang penuh hewan buas, asik dan menantang.

Menangkap potret kepingan surga saat kembali ke Jogja, lukisan cahaya terhampar sepanjang perjalanan begitu indah wajah, Tuhan tiada tara, desir angin dan ombak begitu harmoni seperti nyanyian Malaikat yang menemani sepanjang perjalananku.

Angin dan ombak itupun seperti nafas yang mengantarkan kepada Samudera Kehidupan, menyentuh sisi terdalam dari dalam jiwa ini, menyentuh sisi terlembut dari dalam diri, ketika saya sadari.. Ah cobalah kau rasakan nafasmu sekarang, agar kau tahu apa yang dimaksudkan.

Oh iya saya kabarkan juga, perjalanan ini juga bersama dengan banyak orang yang tak dikenal sebelumnya, orang-orang yang bersemangat membawa wajah yang berseri-seri dengan membawa segunung harta dari perjalanannya, segunung cerita untuk anak istrinya serta sanak kadangnya. Mudik. Iya, ternyata itu yang membuat suasana begitu kuat.

Belajar di Jogja, Dipulihkan di Bali

Pagi ini saya di bandara DIY, melanjutkan  perjalanan ke kota Daeng Makassar. Judulnya masih sama dengan  yang kemarin, “The power of journey Gerbang Samudera 5” tulisan berkesan yang saya lihat di dinding kapal ketika menyeberang dari Gilimanuk ke Ketapang Banyuwangi.

Kemarin itu setibanya di Jogja, saya ketemu the Geng di markas besar kita “angkringan pak Jarot”

Para Sedulur Kader PIG Jogja

seberang Hotel 101 Jl. Mangkubumi., Kita janjian di sana pukul 17:00 , ketika tiba di lokasi ternyata sudah ada dua orang Ibu, iya Ibu saya selama di Jogja. Kedua ibu saya ini adalah Mbak Ruby dan Mbak Santi. Sudah 12 hari saya tidak ketemu semenjak saya berjalan ke Surabaya dan Bali.  Disambutlah saya dengan  peluk, dikudang oleh mereka. “Anakku wes mari , anakku sudah sembuh sambil dielus kepalaku, haha… Salah satu yang harus saya bagikan dari perjalanan ini adalah proses penyembuhan,, setelah beberapa bulan yang lalu saya digeber mental dan jiwaku, kini tiba masa pemulihan pada tataran fisik.

Di Bali proses pemulihan di tataran fisik ini saya ditangani oleh banyak orang, dengan cara yang masing-masing sangat unik. Bu Ika, iya itu namanya, dia berperan sebagai ahli bedah dan ahli oprek syaraf. Sebelum saya lanjut cerita saya jelaskan dulu ya, ternyata dalam perjalanan manusia, memungkinkan sekali manusia mengalami kerusakan fungsi otak, disebabkan hal yang sengaja atau yang tidak, yang sengaja itu misal kita makan obat-obat terlarang atau memakan informasi-informasi dari buku atau apapun yang memang tidak selaras dan itu menjadi file sampah di otak kita.

Beberapa hasil input data kita ke otak itu menjadi virus yang merusak, atau akibat trauma kita di masa lalu itu juga terekam ternyata,, yang saya pelajari selama pijat orang bahkan  trauma itu sampai memejal di otot, dan itu selalu memicu diri untuk selalu spaneng ketika merespon segala kajadian. Lanjut cerita proses penyembuhan, siang itu saya digarap oleh Bu Ika, cara kerjanya seperti perangkat wifi cuman konek dari jauh .. Rasanya gimana? Mesti dicoba sendiri dong biar tahu, hehe..

Proses berjalan saya rasakan sudah banyak terjadi perubahan, lalu Guru Setyo Hajar Dewantoro (SHD) bilang, saya harus beberapa hari tinggal dan belajar di Singaraja, di rumah Bli Adi, saya harus belajar macul di sana, bersentuhan dengan tanah dengan  air, tanaman, dan sebagainya agar proses penyembuhan itu bisa optimal, tinggallah saya di sana beberapa hari dengan diantar Bu Sisca dan Bu Ika.

Benar, selain belajar macul dengan Bli Adi, saya juga dikenalkan dengan Bli Gede Suparman, tukang oprek bakteri dan jamur yang mempunyai pabrik pupuk organik,, selama di sana ada beberapa fase kepala saya berasa seperti balon yang ditiup, berat sekali, tapi beberapa waktu kemudian rasa plong, 4 hari di Singaraja, kepala saya sudah terasa sangat ringan banyak pembelajaran. Tanggal sudah mendekati waktu kembali ke Jogja, rasa saya sangat kuat saya harus balik ke Jogja berangkat dari Denpasar, bukan dari Singaraja. Sungkeman dulu sama teman-teman di Denpasar para Ibu Kost di Bali hehe..  Begitulah, satu fase penyelarasan kembali saya dapatkan ketika ketemu teman-teman dan Ibu Kost, selain merasakan upgrade, saya juga berkesempatan dibenahi bagian kepala oleh satu teman seperjalanan, yaitu Bu April. Momen yang ndak disengaja entah dapat ilmu dari mana dia bisa begitu, kepalaku diketok magic, saya cuman manut saja, percaya dan manut emang itu kuncinya, agar bisa sembuh, itulah cerita di balik “Anakku sudah sembuh” hidup ini sangat asik.

Masih dalam Spirit of Journey Gerbang Samudera 5. Tiga hari sudah berlalu menikmati kebersamaan dengan keluarga di Makassar, berbagi kasih, tak banyak berbagi cerita, sebab cerita yang sya alami sudah pasti akan  susah dicerna oleh mereka. Justru saya tergerak kembali berkabar kepada dirimu sahabat, ada apa dan apa yang sudah terjadi selama perjalananku, kita kembali lompat ke belakang kepada ingatan yang masih segar, rute perjalanan dari Surabaya ke Bali, dengan menaiki kendaraan sewa bernama “Penjor”  yang tidak kebetulan waktu itu di Bali juga masih fresh perayaan Hari Raya Galungan, selain kita naik Penjor sepanjang perjalanan mata kita disuguhi lambaian penjor-penjor di pinggir jalan, kata google itu lambang kemakmuran dan kesejahteraan, keren banget kalau momentnya bisa ngepas-ngepas gitu hehehe.

Teman-Teman Seperjalanan dari Jawa Timur Menuju Bali

Lanjut cerita, kita berangkat dari Surabaya adalah rombongan berenam,  Bu Iin dari Surabaya, Ayu dari Madiun, Haryani dari Sidoarjo, April dari Sumedang, Anggi yang entah dari mana asalnya itu hehe, dan yang ke 6 adalah saya sendiri, iya di rombongan ini saya paling ganteng sendiri haha, singkat cerita meski kita berangkat agak terlambat dari jadwal, ahirnya kita jadi berangkat ke Bali. Dalam perjalanan ini semua dari kita tentu membawa misi masing-masing, tentu tidak mudah , tapi juga tidak sulit juga jika kita berangkat dengan tekad bulat.

 

Serangan metafisik pun tentu war-wer sepanjang perjalanan, beberapa dari kami ada yang menjadi tameng,, ya sesak nafas ya tertusuk-tusuk sudah biasa itu, biar kuat dan ndak cengeng , apa lagi pas pertama masuk pulau Bali, satu teman kita sampai megap-megap saya lihat bernafas karena sesak.

Menyeimbangkan Yin dan Yang

Dinamika selama perjalanan pun sangat asik, tentu semua juga mendapat pembelajaran di setiap momen yang hadir, terutama saya sendiri, ada sebuah alur proses yang Semesta hadirkan untuk membentuk diri, memahat kejadian diri ini, melalui perjalanan ini dan orang-orang yang berjalan bersama, baru saya pahami mengapa Semesta memperjalankan saya bersama dengan para Ibu-ibu ini, saya sedang diajari secara langsung tentang bagaimana itu keseimbangan, tentang sisi maskulin dan feminin di dalam diri. Selama ini itu menjadi tantangan buat saya, bahkan bisa menjadi sebuah masalah, apapun itu jika tak seimbang pasti akan bermasalah kan?

Proses penyeimbangan ini terjadi secara natural saja sih, saya hanya menikmati setiap momentum, setiap dinamika yang ada pada bu-ibu ini saya perhatikan dan sadari bahwa semua yang hadir adalah sebuah pembelajaran bagi saya. Ohhh gitu, oh gituuu, gitu respon saya ketika melihat hal-hal baru yang Ibu-ibu obrolkan tentang BH, tentang teknik memakai BH itu ternyata macam-macam hahaha. Lebih asik lagi waktu di Bali, saya kongkow bukan hanya dengan 5 Ibu-ibu, tapi 13 orang Ibu-ibu . Seperti itu cara Semesta mendidik saya wah hasil sekarang emang saya sudah banyak berubah, sudah ndak kaya kanebo kering gitu kata teman-teman,  kata Ibu-ibu di Jogja sih malah “Anakku sudah sembuh”  hahhahaha… Sudah larut malam di sini, baterai juga sudah mau habis.. Sampai berjumpa lagi ya..