Pernyataan satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa hanya akan punya makna kalau dilandasi kesadaran yang murni, kesadaran yang tepat akan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Saat kita betul-betul bisa membawa pikiran kita untuk masuk ke dalam keheningan, terhubung dengan Rasa Sejati, sehingga kita menyadari keberadaan dari Tuhan yang sesungguhnya yang meliputi segala yang ada, yang meliputi diri kita semua, sekaligus Tuhan sebagai esensi dari diri kita semua. Dan, dari situ kita mengerti tentang spirit kemanusiaan yang universal. Maka, persatuan itu baru punya pondasi yang kuat, punya makna yang sesungguhnya. Kita semua tidak akan pernah bisa bersatu selama kita masih menonjolkan atau mengedepankan ego kita.
Dengan ego, kita akan membentuk kesadaran bahwa kita ini saling berbeda. Dan, pada kasus-kasus tertentu, dengan ego kita bisa memiliki fanatisme yang didasarkan atas segala bentuk perbedaan. Kita bisa menjadi fanatis terhadap agama kita atau atas dasar agama, suku, dan seterusnya. Kalau ego tidak dikelola dengan baik, kecintaan kepada bangsa akan menciptakan chauvinism. Yakni, fanatisme kepada bangsa yang mengabaikan realitas bahwa kita sebetulnya menjadi bagian dari kemanusiaan yang universal.
Ajaran Pancasila itu mengajak kita untuk melampaui semua bentuk fanatisme. Dasar utamanya adalah kita diajak untuk melampaui keakuan kita. Kita dididik melalui hening cipta untuk meluruhkan keakuan kita di dalam kesadaran yang seutuhnya bahwa kita ini sebetulnya selalu ada di dalam naungan kasih yang paling murni dari Tuhan Yang Maha Esa. Kita semua dihidupi oleh energi yang sama. Kita semua berasal dari realitas atau sumber yang sama. Kita semua punya esensi kemurnian di dalam diri ini yang juga sama.
Saat kita betul-betul bisa melampaui ego kita untuk menyadari esensi kemurnian diri, menyadari esensi ketuhanan kita, maka kita akan punya kasih murni yang menjadi dasar dari spirit kemanusiaan yang universal. Siapa pun yang telah terhubung sepenuhnya dengan Diri Sejatinya/Roh Kudusnya dan punya kasih murni itu, maka dia tidak akan tergoda atau terjebak untuk memilah-milah manusia, mendiskriminasi manusia atas dasar apa pun, termasuk atas dasar agama, suku, dan pembagian-pembagian lainnya yang sebetulnya itu tidak natural. Dengan hening cipta yang sesungguhnya, kita betul-betul akan punya kesadaran yang murni tentang segala hal, termasuk tentang kemanusiaan dan tentang cara hidup kita sebagai sebuah bangsa.
Secara nyata, warga dunia ini memang dibagi-bagi menjadi banyak bangsa. Tentu saja, bangsa ini tidak terbentuk sejak awal. Ini merupakan bagian perkembangan peradaban manusia. Dan, salah satu bangsa yang kita kenali ada di dunia adalah Bangsa Indonesia. Kalau kita merujuk jauh ke belakang, sebetulnya bangsa ini telah ada dan kita kenal sebagai Bangsa Nusantara.
Mengapa pernyataan satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa ini menjadi penting di masa lalu dan di masa kini?
Karena pernyataan satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa hendak menegaskan kembali eksistensi atau keberadaan dari Bangsa Nusantara yang Agung. Penegasan itu kemudian menjadi dasar untuk perjuangan dari bangsa ini menjadi bangsa yang berbudaya sesuai dengan jati diri, berdikari secara ekonomi, dan berdaulat secara politik, yang itu semua adalah dasar dari terciptanya kehidupan yang sejahtera, kehidupan yang berkeadilan yang kita sebut juga sebagai kehidupan surgawi.
Orasi oleh Setyo Hajar Dewantoro, Ketua Umum Pusaka Indonesia GemahRipah
Ngaji Pancasila dan Hening Cipta, Bogor, 28 Oktober 2021