Beberapa tahun belakangan, kesadaran tentang pentingnya menjaga lingkungan semakin aktif digalakkan. Kampanye peduli lingkungan mulai dari diet kantong plastik, zero waste, sustainable fashion hingga ajakan untuk mulai bergaya hidup minimalis mulai akrab di khazanah masyarakat luas. Salah satunya yang mudah dilakukan sehari-hari dan informasinya banyak tersebar di dunia maya yaitu cara mendaur ulang limbah.
Anak-anak di sekolah pun tak luput dari tugas mendaur ulang barang bekas ini. Jika Anda mempunyai anak, adik atau keponakan yang masih duduk di bangku sekolah, mereka pasti pernah mendapat tugas sekolah untuk membuat kerajinan dari barang bekas. Barang bekas yang umumnya produk daur ulang biasanya berupa kertas koran, botol, kaleng, sedotan dan sebagainya. Menambah nilai ke barang bekas bisa menjadi kegiatan yang menyenangkan untuk mengisi waktu luang. Selain itu, kegiatan ini juga bisa menjadi salah satu bentuk kontribusi kita dalam menjaga lingkungan.
Konsep 3R (Reduce-Reuse-Recycle) terus diperkenalkan dengan harapan masyarakat dapat secara mandiri mengelola sampah rumah tangga mereka dengan baik. Dilansir dari laman Waste4Change, pada dasarnya konsep 3R (Reduce-Reuse-Recycle) adalah urutan langkah untuk mengelola sampah dengan baik. Prioritas utama adalah Reduce, yaitu mengurangi timbulan sampah. Lalu Reuse, menggunakan kembali. Kemudian Recycle, mendaur ulang material untuk memberikan bahan tersebut kesempatan kedua.
Limbah kertas selama ini tidak mendapat perhatian sebesar perhatian masyarakat pada limbah plastik. Hal ini sangatlah wajar, mengingat seiring dengan sampah plastik yang kian membludak namun belum diimbangi dengan pengolahan yang tepat. Sifat plastik yang sulit terurai dapat dengan mudah mencemari air, tanah bahkan udara. Tak heran jika akhirnya penanganan krisis sampah plastik lebih mendesak untuk dikulik. Negara ini masih dalam perjalanan panjang mewujudkan pengolahan sampah yang sistematis dan terintegrasi dengan baik.
Di sisi lain, pemerintah di beberapa daerah mulai melakukan langkah progresif untuk menangani krisis sampah plastik ini. Di Bali, sejak tahun 2018 pemerintah provinsi mengeluarkan kebijakan pembatasan penggunaan plastik. Peraturan ini dituangkan dalam Pergub Bali Nomor 97 Tahun 2018 dan mulai berlaku per 1 Januari 2019 yang lalu. Kini, masyarakat di Bali sudah terbiasa pergi berbelanja dengan membawa kantong belanja mereka sendiri. Peraturan daerah yang seperti inilah yang baiknya mulai diterapkan di daerah-daerah lain di Indonesia. Namun, di daerah manapun kita tinggal hendaknya kita tidak harus menunggu peraturan pemerintah untuk mulai mengurangi penggunaan plastik sekali pakai ini. Kita bisa mulai membangun kebiasaan dengan membawa kantong belanja sendiri kemanapun kita pergi.
Pada tahun 2019 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat jumlah timbunan sampah sebesar 67,8 juta ton/tahun yang terdiri dari sampah organik dengan persentase sebesar 57%, sampah plastik sebesar 15%, sampah kertas sebesar 11% dan sampah lainnya sebesar 17%. Sampah kertas ini tak ayal mulai menjadi momok yang belum tertangani dengan baik seperti halnya sampah plastik.
Jika kita menilik kembali pengorbanan pohon-pohon yang ditebang untuk memenuhi kebutuhan manusia akan media kertas, layakkah kita terus berdiam diri dengan tidak memperbaiki perilaku kita dalam berkonsumsi? Mengingat kertas adalah salah satu bahan yang cukup mudah untuk didaur ulang, tidak ada salahnya untuk mulai belajar mendaur ulang salah satu jenis limbah ini. Dengan mendaur ulang kita bisa memperpanjang masa pakai suatu barang. Jika mayoritas masyarakat melakukan daur ulang barang bekas, maka bersama-sama kita bisa mengurangi timbulan sampah.
Hal inilah yang mendorong kami kader PIG Yogyakarta untuk mulai mendaur ulang kertas. Meskipun masih dalam taraf belajar dan uji coba. Kami bergerak semampu yang kami bisa. Prapti adalah kader yang menginisiasi kegiatan daur ulang ini. Dengan senang hati kader lain ikut membantu proses recycle ini. Kami mendapat donasi buku-buku bekas dari Bu Vindry yang juga kader PIG Yogyakarta. Sejak bulan September lalu, di sela kesibukan kami masing-masing, kami memulai uji coba daur ulang kertas ini di Omah Gemahripah.
Pada dasarnya, asalkan tidak mengandung lapisan plastik, hampir semua jenis kertas dapat didaur ulang. Mulai dari kertas koran, kertas majalah, kertas buku, kertas kemasan, hingga karton susu. Dalam percobaan pertama kami kali ini, kami memanfaatkan limbah dari kertas buku.
Alat yang diperlukan dalam proses daur ulang ini antara lain kertas bekas, gunting, blender/lumpang, ember, kain, mold & deckle atau bingkai kayu dengan kain kasa. Tak lupa, modal utamanya adalah niat tulus untuk mulai belajar merawat Ibu Bumi.
Tahap pertama dari proses daur ulang ini adalah menggunting kertas hingga menjadi potongan-potongan kecil. Kami memotong semua bagian dari buku bekas kecuali bagian sampul.
Tahap kedua adalah merendam kertas yang sudah dipotong menjadi kecil tersebut, proses perendaman ini dapat berlangsung beberapa jam hingga satu malam. Untuk menjadikan kertas bertekstur lebih empuk sehingga lebih mudah untuk ditumbuk, sebaiknya kertas direndam selama kurang lebih 12 jam. Setelah kertas mulai empuk, kertas ditumbuk dengan menggunakan alu dan lumpang. Proses menghaluskan kertas ini bisa juga dilakukan dengan blender. Namun di percobaan kali ini kami memilih menumbuk kertas secara manual.
Setelah menjadi bubur kertas, langkah selanjutnya adalah proses pencetakan. Bubur kertas diletakkan di ember besar berisi air dan kemudian kami menyaring bubur kertas tersebut menggunakan mold & deckle. Dalam proses ini kami bereksperimen menakar seberapa adonan bubur kertas yang pas untuk mendapatkan ketebalan kertas yang kami inginkan.
Setelah bubur kertas tersaring pada mold, kami menempelkannya di atas alas cetakan. Kami menyerap sisa airnya dengan kanebo/kain agar nantinya cetakan dapat dilepaskan dengan mudah. Di tahap ini kami juga menyelipkan daun atau bunga kering untuk mempercantik kertas daur ulang ini.
Langkah berikutnya adalah menjemur hasil cetakan kertas hingga kering. Terakhir, kami melepaskan kertas dari kain alas secara perlahan. Kertas daur ulang pun kini menjadi media baru yang siap digunakan. Saat ini kami terus bereksperimen untuk menghasilkan kertas daur ulang dengan kualitas yang lebih baik.
Kertas hasil daur ulang ini selanjutnya dapat digunakan sebagai media teman-teman kader PIG yang gemar menggambar, melukis, book binding atau journaling.
Mungkin langkah yang kami lakukan terlihat kecil jika dibandingkan dengan kompleksnya isu lingkungan yang kita hadapi saat ini. Namun, kami percaya dengan langkah kecil ini kami bisa menginspirasi kepada siapapun orang-orang di sekitar kami untuk mulai menghidupkan konsep 3R sebagai bagian dari gaya hidup kita sehari-hari.
Sudah semestinya setiap manusia yang waras mulai mengambil langkah-langkah kecil untuk ikut merawat Ibu Bumi. Langkah kecil sesederhana berbelanja dengan membawa kantong belanja sendiri. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?
Penulis : Tutut Tria Pertiwi, kader PIG Yogyakarta