Skip to main content

Manusia dengan ketidaksadarannya, larut dalam hasrat egoistiknya untuk mendapatkan hasil pangan yang melimpah dengan waktu cepat dan instan serta ingin enaknya saja telah mengakibatkan kerusakan alam, terganggunya keseimbangan ekosistem, menurunnya kualitas pangan yang berujung pada masalah kesehatan secara holistik.

Saat ini juga banyak lahan yang mulai ditinggalkan bahkan beralih fungsi menjadi perumahan, dan mata pencarian sektor pertanian menjadi kurang menarik minat generasi muda saat ini. Akibat  tingginya biaya produksi pertanian karena sistem pertanian yang sudah kadung mengalami ketergantungan pada produk kimia seperti pupuk kimiawi dan pestisida.

Petani juga kehilangan pasar karena didominasi oleh perusahaan agriculture besar, kurang mampunya petani selaras dengan alam sehingga tanah menjadi miskin unsur hara menyebabkan kerusakan pada tanah, serta kurangnya kesadaran dan intuisi petani terhadap fenomena alam, sehingga ketika merugi petani kecil menanggung semuanya sendiri. Permasalahan yang kritis adalah praktek pertanian berbasis kimiawi ini sudah berlangsung dalam kurun waktu yang sangat lama sehingga tanah, air, dan udara kita menjadi tercemar, tanah rusak sampai hilangnya berbagai biota alam yang dulunya banyak hidup di lahan pertanian yang sebenarnya bisa menunjang proses pertanian bahkan bisa juga sebagai pangan untuk dikonsumsi.

Masalah lainnya yang berhubungan dengan pertanian yang seharusnya merupakan salah satu solusi untuk memperbaiki lahan kritis adalah masalah sampah, saat ini kebanyakan masyarakat terbiasa untuk membuang semua sampahnya baik yang organik maupun anorganik ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA), tanpa memilahnya terlebih dahulu sehingga TPA menjadi penuh sampah dan tanah di rumahnya sendiri mengeras karena kekurangan humus dari sampah daun-daunan dan sisa makanan. Padahal jika dipisahkan sampah organik dan anorganik dalam satu rumah, rata-rata jumlah sampah organik adalah sejumlah 70% dari total sampah rumah tangga yang mana seharusnya bisa dijadikan kompos untuk membantu menjadi kesuburan tanah, namun yang terjadi tidak demikian.

Berdasarkan hal tersebut maka PIG mencari solusi suatu sistem yang selaras dengan alam, yang bertujuan untuk menyembuhkan semua luka Ibu Bumi, dengan menerapkan sistem pertanian ramah lingkungan. Sistem ini mampu memelihara keseimbangan ekosistem dan menghasilkan produk pangan bernutrisi tinggi sehingga mampu menghantarkan manusia dan bumi kembali pada rancangan Agung-Nya.

Kebun Percontohan di Mengwi

Minggu, 9 Mei 2021 bertempat di daerah Mengwi, Kabupaten Badung  para kader Perkumpulan Pusaka Indonesia Gemah Ripah (PIG) wilayah Bali, berkumpul untuk bersama belajar dan mempraktikan Sistem Biodynamic, bersama Pak Octavianus, kader PIG dari Jakarta yang juga berdomisili di Pererenan Badung. Kegiatan ini adalah tindak lanjut dari hasil diskusi pada Rapat PIG di Ubud, Bali pada tanggal 25 April 2021 yang membahas tentang permasalahan sampah dan lahan kritis.

Diawali dengan pertemuan dengan Pak Octa di Pupuan, dan kunjungan Pak Octa ke lahan keluarga di Mengwi, kemudian Bu Eka  salah satu Kader PIG Bali tergerak untuk menawarkan lahan pekarangan belakang rumah keluarganya tersebut sebagai ujicoba atau percontohan. Lahan seluas kurang lebih 700 meter untuk mempraktikan sistem pertanian biodynamic yang merupakan jawaban dari solusi masalah tersebut.

Pak Octavius Tjiantoro, kader PIG dari Jakarta yang berlatarbelakang IT namun rasa sejatinya menggerakkannya untuk menekuni spiritual science tentang sistem pertanian biodynamic yang selaras dengan alam dari Rudolf Steiner (1861-1925). Rudolf Steiner adalah seorang spiritual scientist yang memperkenalkan sistem biodynamic di akhir masa hidupnya pada tahun 1924, yang menarik adalah pengetahuan tentang sistem ini sendiri selain didapat dari proses pengamatan pada interaksi alam, juga didapatkan dari catatan angkasa atau pengetahuan semesta yang diakses dari hasil laku spiritualnya yang dijelaskan di dalam salah satu sumber yang pernah dibaca oleh Bapak Octa. Hal ini menunjukkan bahwa sejak zaman dahulu kala sistem pertanian alami yang memuliakan Ibu Bumi beserta isinya ini sudah diterapkan oleh para leluhur kita saat dimana Bumi Surgawi itu pernah ada sebagai Negeri yang Gemah Ripah Loh Jinawi.

Saat peradaban kita memasuki masa kemunduran dimana keseimbangan alam tidak lagi diperhatikan dan dijaga. Para petani mulai mengenal dan menggunakan berbagai jenis pupuk kimia buatan ditambah penggunaan obat-obatan pembasmi hama dan gulma (pestisida) yang merusak kesehatan tanah dan juga membunuh biota alami yang harusnya mempunyai peran dalam rantai menjaga keseimbangan ekosistem, serta penggunaan benih-benih hasil rekayasa genetika yang berdaya hasil tinggi demi meraup keuntungan yang lebih namun sebenarnya dapat mendegradasi kesehatan manusia juga ternak. Kesemuanya ini telah membawa bumi, manusia dan beserta isinya menjauh dari rancangan agung sang Maha Pencipta dan menyebabkan terganggunya keseimbangan alam. Biodynamic dipilih sebagi suatu sistem pertanian yang bertujuan untuk mengembalikan kemuliaan Ibu Bumi, manusia beserta semua isinya kembali pada rancangan agungNya.

Apa itu Biodynamic?

Biodynamic terdiri dari dua suku kata, “bios” yang berarti kehidupan dan “dynamis” yang diartikan energi yang menggerakkan. Sistem pertanian biodynamic memuliakan semua unsur alam dalam suatu ekosistem secara keseluruhan karena seluruh komponen ekosistem dipercaya mempunyai peran dan fungsinya masing-masing untuk saling berbagi energi sehingga dapat saling mendukung satu sama lain. Dalam penerapannya sistem pertanian biodynamic memperhatikan peran daripada tanah, tanaman, hewan, manusia dan organisme yang berada dalam ekosistem yang hidup selaras dengan ritme alam semesta seperti matahari, bulan dan planet-planet lainnya, dengan tujuan membuat seluruh kegiatan pertaniannya menjadi selaras dengan alam.

Uniknya penerapan spiritual science sistem biodynamic menghantarkan petani untuk mempunyai kesadaran murni dan mampu melakukan permainan energi yang akan memegang peranan yang sangat penting dalam keberhasilan proses pertanian. Olah rasa dalam proses pertanian dari pengamatan, pembuatan bahan, penanaman, perawatan sampai ketika panen tiba semua dilakukan dengan mempersembahkan energi kasih murni pada bumi beserta isinya.

Prinsip dasar dalam sistem biodynamic adalah membuat tanah menjadi sehat dan aktif kembali sehingga dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang sehat dan bervitalitas tinggi, hewan-hewan dalam ekosistem sehat dan kemudian menuju manusia yang sehat secara holistik. Sehingga hal pertama yang dilakukan saat kegiatan perdana PIG kemarin adalah membangkitkan kembali energi tanah. Dipandu oleh Pak Octa semua anggota diajak untuk mempersiapkan tanah di lahan tersebut agar dibuat menjadi sehat dengan cara organik, pertama yaitu dengan penebaran kompos, kotoran hewan, serta cacing sebagai penggembur tanah yang ditebar di pinggiran tanaman. Keberadaan cacing dan mikroorganisme diharapkan membantu membuat lubang sirkulasi sehingga energi dari air dan udara bisa masuk menutrisi ke dalam tanah.

Di lahan pertanian biodynamic sendiri dibuatkan lokasi yang ideal untuk pembuatan kompos, dengan memperhatikan kemudahan akses, bisa bersifat permanen, terlindung, dengan dengan sumber air, di atas tanah, mudah ditengok dan dibuat dengan memilih bahan-bahan yang ideal agar kompos mempunyai energi yang baik. Pembuatan kompos dibangun secara berlapis, lapis pertama kotoran hewan (sebagai nutrisi protein, nitrogen, fosfor, dan sulfur), lapis kedua diatasnya adalah dedaunan, ranting, dan rumput, serta dipastikan lapis paling atas mampu mengalirkan air dan udara ke bawah. Ideal dengan tinggi 2 m, lebar 1,5 m, dan panjang sesuai dengan ketersediaan bahan. Pembuatan lahan kompos ini juga menjadi salah satu solusi dari pembuangan sampah organik dari sisa dapur, sehingga jumlah 70% sampah rumah tangga bisa diselesaikan di lahan ini.

Kemudian membuat ramuan Bakteri Pemulih Tanah (BPT) Sigma 1 atau Pupuk Tanduk Sapi yang berfungsi untuk mengembalikan kesuburan tanah dan akar. BPT Sigma 1 atau Pupuk Tanduk Sapi sebelumnya telah dibuat dengan cara memasukan kotoran sapi ke dalam tanduk sapi, idealnya yang digunakan tanduk sapi betina yang sudah pernah melahirkan, kemudian dikubur selama 6 bulan selama musim hujan. Dalam pemaparan Bapak Octa sebelumnya, menurut Rudolf Steiner bahwa tanduk sapi berfungsi sebagai penampung energi alam semesta yang dipancarkan oleh bumi, sehingga pada waktu digunakan sebagai wadah untuk menyimpan kotoran sapi, akan dapat membuatnya mampu menyerap energi alam semesta tersebut selama masa penguburannya 6 bulan di dalam tanah.

“Saat musim hujan tersebutlah bumi menyerap energi alam semesta.  Dalam pemakaiannya 100 gram preparat BPT Sigma 1 atau pupuk tanduk sapi ditambah dengan 16 liter air dimasukkan ke dalam wadah seperti gentong yang terbuat dari tanah liat, kemudian diaduk sampai terbentuk vorteks ke dasar gentong, lalu vorteks dikacaukan dengan membuat vorteks baru yang berlawanan arah guna membangun energi kehidupan dalam larutan pupuk, begitu seterusnya diaduk selama 1 jam,” jelas Octa.

Kemudian larutan tersebut segera disebar dan dapat digunakan untuk di lahan seluas 4,000 meter persegi pada waktu sore hari. Bagi tanaman, sebelum matahari muncul air mengalir dari akar ke tanaman, dedaunan menjadi merunduk, pada waktu tengah hari tanaman beristirahat, dan pada sore hari energi kehidupan dikembalikan ke tanah. Sehingga ramuan BPT Sigma 1 yang sudah kaya energi tersebut disebar pada waktu terbaik bumi menyerap energi  membuat Ibu Bumi mendapatkan energi yang menyegarkannya kembali.

Kegiatan lainnya adalah membuat tree paste atau lulur pohon yang terbuat dari kotoran sapi, pasir silica dan tanah lempung atau tanah lumpur, dengan perbandingan 1: 1: 1, kemudian lulur dibalurkan pada batang pohon yang bertujuan untuk menyembuhkan tanaman yang sakit dan membuat tanaman menjadi lebih sehat dan tahan terhadap hama.

Selanjutnya semua anggota kembali berkumpul untuk membahas rancangan pembentukan komponen ekosistem yang memungkinkan dan mampu menunjang kebutuhan di lahan garapan dengan memperhatikan penempatan yang sesuai dengan kondisi lahan dan tetap menjaga keselarasan alam yang sudah alami ada disana.

Bergerak bersama Community Supported Agriculture (CSA)

Kemudian Bapak Octa memaparkan tentang Community Supported Agriculture (CSA) sebagai solusi dari permasalahan petani kecil yang seringkali mempunyai kendala dalam modal dan menanggung kerugian sendiri saat merugi. CSA dikenal juga sebagai community-shared agriculture adalah sebuah alternatif, model ekonomi berbasis lokal untuk budidaya dan distribusi produk pertanian. CSA merujuk pada kelompok individu atau konsumen yang menyatakan kesediaannya untuk mendukung seorang atau sekelompok petani, dimana petani dan konsumen berbagi keuntungan dan resiko dari usaha taninya. Kelompok konsumen atau anggota CSA menyediakan semua biaya produksi usaha tani dalam satu musim atau satu periode untuk mendapatkan bagian dari hasil panen. Pada saat panen tiba, anggota CSA akan mendapatkan bagian produksi dari berbagai macam tanaman yang diusahakan. Seperti berlangganan produk pertanian kepada kelompok petani yang dipercayai.

Ada interaksi saling menguntungkan antar petani dan konsumen. Petani menghasilkan produk sehat berkualitas dan mendistribusikan produk kepada anggota sesuai jadwal, sedangkan anggota/investor memberikan sejumlah modal sesuai biaya produksi untuk satu musim tanam yang disepakati. Tidak hanya itu, anggota yang biasanya terdiri dari orang-orang yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu dapat melakukan penguatan kepada kelompok petani. Misalnya penguatan pada perbaikan budidaya, pembuatan pengelolaan standar mutu produk, atau perluasan pasar. Jika kelompok petani semakin kuat dalam pengetahuan dan keterampilan budidaya, risiko yang dihadapi anggota dan petani berkurang.

Inti dari CSA adalah munculnya konsumen kuat yang bersedia mendanai anggaran keseluruhan musim untuk mendapatkan produk berkualitas. Dengan CSA konsumen mengetahui secara persis bagaimana suatu produk dihasilkan dan secara bersamaan membantu petani kecil menghasilkan produk dan mendapatkan pasar atas produknya.

Sederhananya, penggarapan lahan ini akan dikerjakan dengan sistem gotong royong atau CSA, dan memanfaatkan kerjasama dengan komunitas penunjang lainnya di sekitar, sehingga sistem pertanian biodynamic ini benar-benar mampu sebagai wadah memberdayakan semua komponen dalam satu ekosistem kehidupan.

Mari kita kembali memuliakan Ibu Bumi dimulai dengan merevitalisasi tanah-tanah yang selama ini rusak karena tidak dirawat dengan keselarasan, melalui Perkumpulan Pusaka Gemah Ripah kita kembali merawat Ibu Bumi dengan kasih murni dan mewujudkan Bumi Surgawi Gemah Ripah Loh Jinawi.

Penulis: Sukma Prativa, kader Perkumpulan Pusaka Indonesia Gemahripah Bali.