Pertama membaca flyer tentang dibukanya Kuliah Kelas Karakter Konstitusi (KKK) oleh Pusaka Indonesia bersama Nusantara Centre, hati ini langsung tergerak untuk segera mendaftar. Terngiang kata-kata Mas Guru Setyo Hajar Dewantoro (SHD) untuk mulai hidup tidak hanya untuk diri sendiri saja tapi untuk mengabdi pada kepentingan orang banyak. Sedari dulu memang sudah memiliki minat di bidang politik dan pendidikan, tetapi melihat carut marutnya dunia politik Indonesia, keinginan itu surut entah dari kapan. Tapi kini berjalan di pengabdian masyarakat bersama mas Guru SHD, saya yakin akan berbeda, oleh karena itu saya melihat kelas ini sebagai wadah untuk saya belajar kembali tentang Konstitusi Negara dan Pancasila.
Mengikuti kelas ini sesungguhnyalah juga merupakan bagian dari keingintahuan saya yang berangkat dari keresahan melihat fenomena di masyarakat yang sudah semakin terpolarisasi. Hal paling nyata adalah polarisasi agama yang semakin merangsek di semua sendi kehidupan, baik sosial maupun pemerintahan. Mengapa pemerintahan? Karena pada kenyataannya fundamentalisme agama sudah merasuk di hampir semua kantor pemerintahan.
Contoh, di hampir semua kantor klien pemerintahan yang kami kunjungi, azan akan berkumandang dari sentral audio ke seluruh gedung setiap waktu salat tiba dan semua aktivitas akan terhenti. Hal ini tidak pernah saya temui di awal tahun 2000 ketika saya mulai berkarier. Fenomena ini mengingatkan saya ketika berada di Arab Saudi untuk umrah. Di sana semua aktivitas akan terhenti setiap azan berkumandang. Tentunya suatu hal yang baik untuk mengingatkan umat beragama melaksanakan ritual agama, namun ketika pemerintah sudah masuk ke wilayah pribadi tentang keyakinan, ini membuat saya berpikir, apakah negara kita berkiblat ke Arab?
Kelas yang Memantik Pencerahan

Peserta Kelas Karakter Konstitusi Pancasila, dari beragam latar belakang.
Berangkat dari seorang awam di dunia perpolitikan, saya yang berkarier dan berkecimpung di dunia pasar modal selama 25 tahun, hidup saya sehari-hari jarang sekali bersinggungan dengan apa yang terjadi di tingkat pemerintahan. Hari-hari saya sebagai seorang profesional di bidang investasi dan keuangan di mana kecepatan dan ketepatan menjadi suatu keharusan, sikap pragmatis menjadi sesuatu yang melekat. Bagaimana segala sesuatu dapat diselesaikan dengan cepat sesuai tujuan. Tujuan di sini kebanyakan adalah tujuan pemenuhan target investasi dan keuangan baik dari nasabah kami maupun dari perusahaan tempat saya bekerja. Aktivitas dan rutinitas bergerak di sekitar urusan pribadi, pekerjaan, perusahaan, keluarga, sosial terdekat, tanpa memiliki pemahaman menyeluruh terhadap permasalahan sosial kebangsaan, rasanya merupakan cerminan dari kebanyakan masyarakat. Namun saya meyakini bahwa keresahan atas kesenjangan sosial yang makin tinggi, banyak dirasakan di hati masyarakat kita, hanya saja semua belum terpantik karena terselubung oleh rutinitas sehari-hari.
Dari lima pertemuan kelas KKK, makin terbuka mata apa yang sesungguhnya sedang terjadi. Kenyataannya adalah telah terjadi amandemen UUD 1945 sampai empat kali dan perubahan-perubahan ini (yang terakhir di tahun 2002) telah mengubah total tujuan pendirian negara Indonesia oleh para founding fathers yang dibentuk dari nilai-nilai Pancasila. Semakin jelas mengapa saat ini kebijakan-kebijakan pemerintah makin jauh dari kepentingan rakyat dan materialisme semakin menjadi landasan berpikir, berperilaku, dan bertujuan di semua lapisan masyarakat hingga ke tingkat tertinggi. Sungguh suatu kenyataan yang baru saya sadari di kelas ini, dan membuat saya me-reset ulang tatanan berpikir saya tentang posisi kita sebagai warga negara Indonesia yang kita cintai ini.
Melalui kelas demi kelas dengan pembicara yang mumpuni, makin jelas ada agenda neokolonialisme yang dicanangkan Barat melalui amandemen UUD 1945. Menjadi nyata bahwa bangsa Barat tidak ingin melihat Indonesia maju, dan tidak ingin Indonesia mencanangkan sistem ketatanegaraan berbasis Pancasila. Karena sudah jelas jiwa dalam Pancasila secara esensi mengandung nilai-nilai spiritual yang luhur, yang bila dijalankan secara benar bisa membawa Indonesia kembali kepada kejayaan seperti di masa lalu.
Penjelasan yang dibawakan para narasumber secara runtut dan rinci atas segala permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, tentang pelemahan fungsi MPR, para kapitalis yang menyetir kebijakan publik melalui para pejabat di berbagai tingkatan, membuat kami yang awam di kelas menjadi tahu duduk persoalan bangsa ini akarnya darimana. Sebenarnya peserta di kelas ini beragam, dari mahasiswa, aktivis, jurnalis, dan masyarakat awam seperti saya dan beberapa teman dari Pusaka Indonesia. Bagi peserta dari kalangan aktivis, ternyata isu ini bukan hal baru. Ada sebagian dari golongan think-tank, purnawirawan POLRI dan ABRI, mahasiswa, dan kalangan lain yang sudah lama memperjuangkan kembalinya UUD 1945 kepada marwah aslinya. Kami menangkap nada frustrasi yang dalam dari mereka yang sudah lama berjuang namun menemui tebalnya tembok birokrasi yang sudah dibentengi oleh para kapitalis.
Harapan mulai muncul di sesi Dr. Ir. Kun Wardana Abyoto, yang menjabarkan tentang fisika kuantum. Bagi kami dari Pusaka Indonesia, kami langsung bisa mengenali penjabaran Dr. Kun ini sebagai penjelasan ilmiah dari semua ajaran langitan Mas Guru SHD. Ini menjadi semacam penguat bahwa ajaran Mas Guru SHD sangat bisa dibuktikan secara ilmiah melalui teori fisika kuantum. Mungkin bagi peserta lain tidak melihat apa hubungan antara fisika kuantum dengan pergerakan mengubah amandemen UUD 1945 kembali ke asalnya, namun kami dari Pusaka Indonesia sangat bisa mengerti, diperlukan cara lain untuk mengubah tatanan ekosistem saat ini yang sudah sangat merusak, menjadi sebuah tatanan baru yang diistilahkan oleh Mas Guru SHD menjadi tatanan Bumi Surgawi melalui aksi hening cipta yang sesungguhnya.
Bangkitnya Patriotisme
Sesi kelas yang dibawakan Mas Guru SHD menjadi semacam kebangkitan patriotisme bagi saya dan teman-teman di Pusaka Indonesia yang mengikuti kelas ini, karena paparan dari Mas Guru SHD membawa saya kembali kepada kejayaan bangsa Indonesia di masa lalu, dan harapan kembalinya kejayaan itu melalui aksi nyata dan sikap hening cipta sebagai penerapan Pancasila.
Kami menyadari ini merupakan sebuah tugas raksasa, karena tembok yang dihadapi ini sudah puluhan tahun tegak berdiri menghalangi kembalinya Pancasila di sendi-sendi kehidupan bermasyarakat. Namun semangat yang ditebarkan Mas Guru SHD membuat kami yakin bahwa tembok itu bisa runtuh, dengan masing-masing dari kita memperbaiki sikap hening dalam kehidupan sehari-hari, meningkatkan kesadaran jiwa murni yang akan menularkan energi kesadaran kepada semakin banyak orang, sehingga akhirnya semakin banyak yang akan tergerak untuk berjuang di jalan kebenaran sejati.
Dari sikap pragmatisme menjadi sikap patriotisme, inilah yang terjadi pada saya di kelas KKK. Menyadari bahwa ada yang lebih dari hidup ini selain sekadar pemenuhan kebutuhan pribadi, negara dan bangsa ini memerlukan kita semua yang peduli kepada perubahan yang fundamental di segala lini kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Perubahan yang dibutuhkan untuk mencegah kejatuhan mental dan budaya bangsa kita yang sesungguhnya sangat luhur ini. Dan saya berharap bisa menularkan sikap patriotisme ini kepada lingkungan terdekat untuk kemudian mereka menularkannya kepada lingkungan mereka. Terjadilah!
Penulis: Virine T. Sundari, Kader Pusaka Indonesia di Jakarta, peserta Kelas Karakter Konstitusi Pancasila kerjasama Pusaka Indonesia, Nusantara Centre dan FOKO.