Skip to main content

Aksi nyata Pusaka Indonesia Gemahripah melalui kegiatan Bersama Jernihkan Sungai dengan cara menuangkan ekoenzim ke sungai, ternyata membawa dampak positif secara masif. Salah satu kader yang merasakan dampaknya adalah Deviani, kader Pusaka Indonesia di Kota Tasikmalaya Jawa Barat. Ia kemudian tergerak untuk mendalami ilmu tentang ekoenzim. Tidak tanggung-tanggung, Deviani memperdalam pengetahuannya dengan belajar langsung dari master Eco Enzyme Indonesia, Vera Tan, yang pernah belajar kepada pengembang dan peneliti ekoenzim, yaitu Dr. Rosukon Poonvampong asal Thailand. 

Dari pembelajarannya itu, ia mengetahui bahwa ternyata ekoenzim tidak hanya mampu menjernihkan sungai saja, namun juga dapat menghilangkan bau tak sedap, manfaat kesehatan, dan sejuta manfaat lainnya. Deviani kemudian aktif turun ke sungai, menuangkan ekoenzim setiap minggu saat musim kemarau akhir tahun 2023. Selain itu, ia juga gencar menyosialisasikan dan membagikan ekoenzim secara gratis kepada masyarakat. 

Lebih jauh, ia pun berkeinginan untuk mengatasi limbah-limbah UMKM yang ada di kotanya. Salah satu contoh, industri pengolahan kulit sapi skala rumah tangga sebagai bahan kerupuk yang menyebabkan bau tak sedap di kawasan itu. Sadar tidak bisa bekerja sendirian, ia mengajukan sebuah kerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tasikmalaya agar mendapatkan pendampingan dalam melakukan sosialisasinya. 

Harapannya menjadi kenyataan ketika di tahun 2024, DLH mengadakan Program Penanganan Limbah, dalam kegiatan kolaborasi untuk penanganan Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) yang berada di TPA Ciangir, Kota Tasikmalaya. Deviani menyambut kegiatan ini dengan sukacita dan serius. Ia menyiapkan tiga galon ekoenzim murni berkualitas tinggi, dengan gula merah tebu terbaik dari lereng Gunung Lawu sebagai bahan pembuatnya. Hal ini sangat beralasan, sebab ia ingin memberikan yang terbaik kepada Ibu Bumi. Ekoenzim dapat menghilangkan bau limbah, mengurai zat kimia yang ada di air limbah, sehingga jika mengalir ke sungai tidak mencemari lahan warga. 

Kegiatan kolaborasi itu terlaksana pada hari Selasa, tanggal 30 Januari 2024, berangkat dari kediaman Deviani menuju Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) yang terletak di TPA Ciangir dengan jarak sekitar 14 kilometer. Sebenarnya, rencana tuang ekoenzim di IPAL TPA Ciangir dijadwalkan hari Senin siang, 29 Januari 2024, namun dibatalkan karena hujan sangat deras, sehingga ditunda keesokan harinya. Dari pihak DLH sendiri dipimpin langsung oleh Deni Diyana, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Tasikmalaya. Ia juga membawa tim DLH, yaitu Kepala Bidang Penanganan Sampah, Kepala UPTD TPA Ciangir, petugas laboratorium, dan beberapa orang staf lainnya.

Jalur keberangkatan menuju IPAL hanya bisa dilalui dengan jalan kaki, melewati persawahan yang cukup ekstrem karena licin, berkelok, dan naik-turun. Tantangan selama perjalanan terjadi ketika menghadapi medan yang sulit, salah satunya saat melewati jalan yang hanya bisa dilewati satu kaki, sehingga harus berpegangan pada tumbuhan yang merambat. Ada beberapa orang yang terjatuh, bahkan salah seorang pembawa galon ekoenzim terperosok, lalu tali galon ekoenzim terputus sehingga galon menggelinding masuk ke sumur pantauan.

Setibanya di IPAL, sebenarnya cukup terkejut melihat air limbah yang berwarna hitam pekat, berbusa serta tercium aroma sampah yang sangat menyengat. Bahkan, karena saking tak terbiasanya dengan bau menyengat, penulis yang juga fotografer mengalami mual parah saat harus mengambil gambar dari atas, karena bau terbawa oleh hembusan angin dari arah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ke IPAL yang berada di bawahnya. Meskipun demikian, kegiatan ini terus berlanjut sehingga masalah IPAL dapat teratasi.

Di lokasi IPAL ternyata sudah ada tiga orang petugas laboratorium dari DLH yang mengambil sampel air limbah. Mereka mengambil sampel dua galon air limbah. Begitu juga Deviani, ia turut memberikan lebih dari 600 mililiter ekoenzim untuk dikaji lebih lanjut. Setelah sampel diambil, dua galon ekoenzim murni atau setara 25 liter dituangkan ke kolam maturasi dan 13 liter ke kolam terakhir di Instalasi Pengolahan Air Limbah. Pada tahap pertama, IPAL tersebut akan terus diberi ekoenzim selama seminggu sekali. 

Melalui kegiatan ini, Deviani merasa sangat bahagia dan bersyukur karena dapat membantu memulihkan dan melestarikan Ibu Bumi. Ia berharap bahwa urusan air limbah dapat segera tertangani dan tidak menjadi masalah lagi bagi pemerintah maupun warga sekitar IPAL. 

Di lain pihak, Deni Diyana memiliki alasan tersendiri saat memutuskan untuk berkolaborasi dengan kader Pusaka Indonesia dalam menangani air limbah dengan menuangkan ekoenzim. Selain menjadi solusi baru, ia berpikir bahwa kegiatan ini menjadi sebuah terobosan baru karena pihaknya cukup kewalahan dengan cara yang konvensional karena debit air licit atau air limbah cukup tinggi, sementara kapasitas IPAL belum proporsional, sehingga perlu pendekatan lain untuk menanganinya. 

“Harapannya bisa memberi dampak positif, mengurangi polutan dan juga outlet dari IPAL tersebut dan memenuhi baku mutu air. Kalau misalnya ini berhasil, saya bisa menyebarluaskannya kepada pelaku usaha yang memiliki instalasi pengolahan air limbah seperti rumah sakit, mall, restaurant, hotel, klinik, dan lain-lainnya,” kata Deni Diyana.

Setelah aksi tuang ekoenzim selesai, kami pulang melewati jalur yang berbeda meskipun tak kalah ekstrem, yaitu melewati tanah merah dengan kemiringan sekitar enam puluh derajat yang menjadi pemisah antara TPA dan IPAL, serta tidak ada undakan tangga. 

Bagi penulis, merupakan pengalaman yang paling berkesan dalam bakti pada Ibu Bumi lewat ekoenzim.

 

Lutfi Daya Avisiana

Kader Pusaka Indonesia Jawa Barat