Skip to main content

Tentu saja mereka tidak berbicara, tapi jika bisa kira-kira begini,

“Rahayu… Rahayu…,

Terima kasih anakku”, sapa Ibu Bumi di pagi hari saat petani menapak kaki di tanah kebun.

“Halo, aku dan kawanku tumbuh”, kata benih kenikir yang mulai berkecambah.

“Hai, lihat-lihat, aku siap pindah ke tempat luas”, kata benih pohon tomat yang tumbuh daun sejati.

“Hei.. kami ingin lebih banyak sinar, boleh?” Kata barisan rosella yang mulai berbunga.

Petani pun menyapa dengan gembira, mengiyakan permintaan mereka, bergegas bersiap.

Namun tiba-tiba Bapak Angsa melenguh, “Anak kami, menetas! Anak kami menetas!” Lalu riuhlah para unggas dalam kebahagiaan.

“Jiwa baru… Jiwa baru” sorak mereka.

Dengan hati-hati Bapak Angsa mendekat menjaga Bayi Angsa.

“Rahayu… hai jiwa baru, selamat datang”, sapanya riang.

Petani yang kegirangan meloncat riang menengok Bayi Angsa. “Awas!” Lenguh Bapak Angsa keras. “Jangan terlalu dekat!” Lanjut dia melenguh sambil mengambil ancang-ancang.

Petani mundur dua langkah, mengamati agak jauh sambil berhati-hati dengan paruh si Bapak Angsa.

“Hiduplah, hidup! Berbahagialah kalian dalam kasih yang murni”, seru Ibu Bumi.

“Lapar!” Teriak si kambing yang berdiri bersandar di kandangnya.

Petani menoleh.

Kemudian lirih terdengar rintih si cabai “Aduh.. aduh…”, Lalu sayup disambung dua pohon cabai lainnya “Aku lemah sekali…” “Akarku tidak nyaman…”, Kata si cabai yang mulai layu.

“Tolong kami…” Mohon cabai serentak.

Petani datang berjongkok melongok, mencoba mencari tahu apa penyebabnya. Kemudian gerombolan mikroba jamur fusarium bersenandung “Di sini lembab, di sini hangat, kami suka, kami jadi banyak!” “Hore!” Sorak sorai mereka menempel sambil makan di akar si cabai.

Petani membuka-buka buku, bertanya ke sini ke situ. Bagaimana supaya fusarium ini pergi dan membiarkan cabai kembali tumbuh.

Sayup sayup terdengar bunyi “Ding” “Ding” “Ding” penanda pesan masuk, jawaban demi jawaban didapat Petani dari teman-temannya lewat telepon pintarnya.

“Kita cobakan pestisida nabati ya, nanti sore kami ramu untukmu cabai”

“Sekarang mari semua siap menerima siraman air sungai pagi ini.”

“Lalu, makanlah para unggas, sudah ada cincangan pohon pisang dan dedak ekstra magot untuk kalian”

“Geng kambing, selamat makan sekarung dedaunan, habiskanlah. Nanti kami carikan lagi dua karung untuk sore dan esok pagi”

“Para benih sabar ya, setelah siram kami pindahkan”

“Rosella yang baik, iya kami carikan tempat dengan sinar yang lebih baik ya”

“Terima kasih semua, sudah bertumbuh semampunya…”

“Terima kasih vibrasinya, semoga Ibu Bumi pun bahagia”

Dan Ibu Bumi tersenyum menikmati bagian kecil tubuhnya yang dikasihi, dimaklumi, dan dirayakan hari ini. Begitu kira-kira, jika semua di kebun berbicara.

 

Penulis: Prima Murti Rane Singgih, kader PIG berdomisili di Tabanan, Bali