Skip to main content

Akhir-akhir ini kita sering mendengar istilah Logam Tanah Jarang atau Rare Earth Elements (REE), terutama dalam konteks geopolitik dan teknologi global. Isu ini kembali mencuat sejak adanya wacana pembayaran utang Ukraina kepada Amerika Serikat (AS) melalui REE dalam rangka negosiasi damai yang diprakarsai oleh Presiden AS saat itu, Donald Trump. Di sisi lain, ketegangan antara AS dan Cina (Tiongkok) juga semakin memanas ketika Tiongkok melarang ekspor REE ke AS sebagai respons atas perang dagang yang berkepanjangan. Padahal, Tiongkok adalah produsen REE terbesar di dunia.

Larangan ekspor ini bahkan mendapat sorotan dari tokoh industri seperti Elon Musk, yang menyatakan bahwa kebijakan tersebut dapat menghambat pengembangan proyek robot humanoid Optimus Tesla yang sangat bergantung pada REE.

Jadi, apa sebenarnya REE itu dan mengapa logam ini diperebutkan oleh berbagai negara, terutama AS dan Tiongkok, dalam perlombaan menguasai teknologi masa depan seperti kecerdasan buatan (AI), energi hijau, hingga sistem pertahanan militer?

Baca juga: Isu Sawit: Tantangan Biodiversitas dan Kesejahteraan di Indonesia

Definisi Logam Tanah Jarang (REE)

Menurut Buku Potensi Tanah Jarang Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara dan Panas Bumi – Badan Geologi Kementerian ESDM, serta informasi dari situs Builder.id, Logam Tanah Jarang (REE) adalah sekelompok 17 unsur kimia yang meliputi:

  • 15 unsur lantanida: dari Lanthanum (La) hingga Lutetium (Lu).
  • Ditambah Scandium (Sc) dan Yttrium (Y), yang memiliki sifat kimia mirip dengan lantanida.

Sifat-Sifat Unik REE

REE memiliki sifat-sifat kimia dan fisika yang unik, yang membuatnya sangat berharga dalam berbagai aplikasi teknologi:

  • Sifat magnetik: seperti pada Neodymium (Nd) dan Dysprosium (Dy) yang digunakan dalam pembuatan magnet permanen super kuat.
  • Sifat optik: seperti pada Europium (Eu) dan Terbium (Tb) yang digunakan dalam layar LCD dan lampu LED.
  • Sifat katalitik: seperti pada Cerium (Ce), yang banyak digunakan dalam katalis otomotif untuk mengurangi emisi gas buang.

Kegunaan REE

REE digunakan secara luas dalam berbagai sektor penting:

  • Teknologi hijau: baterai kendaraan listrik, panel surya, dan turbin angin.
  • Elektronik konsumen: layar LCD, LED, ponsel pintar, dan perangkat keras komputer.
  • Magnet permanen: digunakan dalam motor listrik, generator, dan perangkat industri lainnya.
  • Peralatan militer: sistem radar, sonar, rudal, satelit, dan peralatan komunikasi.
  • Katalis: untuk industri petrokimia dan otomotif.

Baca juga: Masalah Lingkungan dan Kesehatan di Balik Hilirisasi Nikel

Mengapa AS Sangat Bergantung pada REE?

Amerika Serikat memiliki kebutuhan tinggi terhadap REE karena:

  1. Pengembangan teknologi canggih: seperti AI, energi bersih, dan otomasi industri.
  2. Keamanan nasional: REE dibutuhkan untuk produksi alat militer dan pertahanan strategis.
  3. Industri pertahanan: AS memiliki industri militer besar yang bergantung pada pasokan REE.
  4. Ketergantungan terhadap Tiongkok: Meski AS merupakan produsen REE kedua terbesar, lebih dari 70% proses pemurniannya dilakukan di Tiongkok. Maka dari itu, AS berupaya mengurangi ketergantungan ini melalui diversifikasi sumber dan pengembangan teknologi pengolahan dalam negeri. 

Bagaimana dengan Indonesia? 

Indonesia memiliki potensi besar dalam produksi REE, khususnya di daerah, seperti Kalimantan dan Sulawesi. Menurut data tahun 2019 dari Kementerian ESDM, Indonesia berada di peringkat ke-8 dunia dalam potensi cadangan REE. Namun, potensi ini masih belum sepenuhnya dimanfaatkan karena keterbatasan teknologi dan infrastruktur. REE juga memiliki risiko pencemaran lingkungan jika proses eksplorasi dan ekstraksi dilakukan tanpa standar yang memadai. Selain itu, sektor ini masih membutuhkan penelitian dan pengembangan (R&D) sehingga membutuhkan investasi yang tidak sedikit. 

Logam Tanah Jarang bukanlah “jarang” dalam hal keberadaannya di Bumi, tetapi karena sulitnya proses ekstraksi dan pemurniannya secara ekonomis dan ramah lingkungan. Unsur-unsur ini menjadi komoditas strategis yang krusial bagi penguasaan teknologi masa depan. Dalam konteks geopolitik saat ini, REE bisa menjadi senjata diplomatik sekaligus peluang besar, termasuk bagi negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki cadangan melimpah, namun belum optimal dikelola.

Baca juga: Mobil Listrik Versus Mobil Berbahan Bakar Hidrogen

 

R Virine Tresna Sundari
Analis Riset dan Kajian Pusaka Indonesia

Sumber :

  1. Buku Potensi Tanah Jarang Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Panas Bumi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
  2. Website Builder.id 

Sumber foto: www.timesnownews.com