Skip to main content

Melestarikan budaya Nusantara adalah hal yang perlu kita lakukan agar bangsa ini tetap memiliki identitas dan tak terjajah oleh budaya asing. Langkah-langkah konkret telah dilakukan oleh Pusaka Indonesia baik di pusat maupun wilayah. Salah satunya adalah belajar aksara Jawa di wilayah Yogyakarta. Selain menggelar kelas Nguri-uri Bahasa dan Aksara Jawa, Pusaka Indonesia kini bergerak lebih jauh dengan mencoba menjalin kolaborasi dan belajar dengan komunitas lain, yaitu Komunitas Segajabung. Pertemuan beberapa Kader Pusaka Wilayah Yogyakarta dengan Komunitas Segajabung dilakukan pada Rabu, 8 Januari 2025 ternyata menjadi momen yang istimewa. Segajabung merupakan komunitas nirlaba yang berfokus pada pelestarian dan pengembangan aksara Jawa, baik yang bersifat manual maupun digital. Komunitas ini resmi diluncurkan pada tanggal 31 Agustus 2019, bersamaan dengan kegiatan Restorasi Sosial Gerbangpraja (Gerakan Bangga Penggunaan Aksara Jawa) yang diselenggarakan Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta.

Malam itu kami bertemu langsung dengan pembina dan pendiri Komunitas Segajabung, yaitu Setya Amrih Prasaja. Sebagai aktivis aksara Jawa sekaligus filolog pada seksi Bahasa dan Sastra Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, Amrih ingin mengembangkan kreativitas anak – anak milenial yang masih peduli dengan aksara Jawa. “Anak-anak zaman sekarang tidak bisa dikenalkan pada aksara Jawa dengan cara orang tua dulu. Mereka sekarang bisa belajar hangeul (aksara Korea) sendiri tanpa bimbingan Guru. Seharusnya mereka pun bisa menguasai aksara Jawa dengan memanfaatkan teknologi handphone,” tutur Amrih. Komunitas Segajabung menggunakan aplikasi android untuk mengajarkan dan membiasakan anak muda berkomunikasi dengan aksara Jawa. Pendekatan ini ternyata memunculkan kebanggaan di kalangan anak muda, dan menumbuhkan kesadaran akan keluhuran peradaban Jawa di masa lalu.

Kemata (dapat dilihat), kewaca (dapat dibaca), kerasa (dapat dirasakan) merupakan strategi Segajabung dalam memperkenalkan budaya Jawa. Dengan biasa melihat dan bisa membaca aksaranya, dapat membantu anak muda untuk memahami dan menghayati keluhuran budaya Jawa. Amrih mencontohkan bagaimana aksara Jawa yang ditulis tanpa spasi, mengajarkan kita untuk membaca dan memahami segala sesuatu secara utuh. “Dari mengenal aksara Jawa ini kita bisa menyadarkan generasi muda bahwa leluhur kita bukanlah bangsa terbelakang. Bangsa yang punya sistem aksara adalah bangsa yang punya peradaban tinggi” lanjut Amrih.

Diskusi Kader Pusaka Indonesia dengan Komunitas Segajabung

Dalam diskusi malam itu, Ketua Komunitas Aksara Jawa Segajabung, Singgih Indarta  juga bercerita bahwa sebenarnya masih banyak masyarakat yang berminat untuk belajar aksara Jawa. Meski demikian ketersediaan fasilitator yang menjadi pengajar aksara masih terbatas, terlebih gerakan pelestarian aksara Jawa ini berbasis sukarela. Oleh karena itu perlu lebih banyak lagi relawan yang mampu dan mau mengajarkan aksara Jawa.

Gerakan mengenal aksara Jawa yang dilakukan oleh Segajabung menjadi pembelajaran yang menarik bagi kader Pusaka Yogyakarta yang berkunjung malam itu. Sanggar Seni Pusaka di Yogyakarta yang memiliki program Nguri-Uri Bahasa dan Aksara Jawa mendapat wawasan baru untuk pengembangan kegiatan di masa yang akan datang. Ketua Wilayah Pusaka Yogyakarta, Robertus Suprobo Jati mengungkapkan bahwa pertemuan dengan Segajabung malam itu merupakan upaya untuk menjalin kolaborasi dengan berbagai komunitas pemerhati dan pelestari aksara Jawa dalam rangka memperkenalkan kembali, melestarikan, dan menggugah kecintaan masyarakat akan warisan budaya yang agung sebagai jati diri bangsa. “Kami belajar strategi memperkenalkan kembali aksara Jawa sebagai salah satu dari warisan aksara Nusantara melalui berbagai media modern yang bisa dimanfaatkan dan model pembelajaran yang menyesuaikan dengan era saat ini,” jelasnya.

Sejalan dengan misi Segajabung yang turut melestarikan budaya Jawa lewat pengembangan dan pelestarian aksara, Pusaka Indonesia juga telah merancang upaya menumbuhkan kecintaan pada aksara Jawa melalui produksi aksesori seperti kaos, totebag, dan sebagainya. Koordinator Sanggar Seni Pusaka Wilayah Yogyakarta, Titya Sumarsono-Perry mengungkapkan bahwa  secara praktis merchandise yang bertuliskan aksara Jawa dapat menjadi media yang efektif dalam mengenalkan aksara Jawa kepada kalangan yang lebih luas karena mudah dilihat. “Tentunya frasa yang ditulis dalam aksara Jawa adalah ungkapan-ungkapan yang masih sejalan dengan ajaran Spiritual Murni yang melandasi aksi kita di Pusaka Indonesia,” tegas Tya.

Sementara itu Ketua Bidang Seni Budaya Pusaka Indonesia Arief Fajar Nugroho mengingatkan, ” Penggunaan aplikasi di HP juga ketepatan aksaranya perlu dikalibrasi ulang. Kita harus memastikan ketepatan penulisannya, karena saya masih menemukan ketidaktepatan penulisan pada aplikasi aksara Jawa di smartphone,” ujarnya.

Mengenal dan mempelajari aksara Jawa bisa melalui aktivitas yang menyenangkan dan kekinian lewat berbagai pemanfaatan teknologi. Aksara Jawa yang eksotik juga dapat dituangkan dalam karya seni maupun karya kreatif lainnya. Saatnya untuk melihat aksara Jawa bukan sebagai sesuatu yang kuno, tetapi warisan budaya yang indah dan adiluhung.

 

Wening Fikriyati
Kader Pusaka Wilayah Yogyakarta