Sejak Januari 2024, Sanggar Seni Pusaka Indonesia di wilayah Yogyakarta telah memulai latihan tari daerah. Setiap Selasa malam, para kader Pusaka Indonesia wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang tertarik mempelajari tari daerah berkumpul dengan semangat tinggi di bawah bimbingan Endang Setyaningsih, seorang guru tari yang ahli dalam tarian daerah, baik Jawa, Bali, maupun Sunda. Metode pengajaran Endang sangat menyenangkan dan mudah diikuti, sehingga para peserta, bahkan mereka yang baru pertama kali menari, bisa dengan cepat memahami gerakan tari.
Peserta latihan terdiri dari Mertha, Prapti, Tya, Ibu Sri, Tutik Romi, Vindry, dan Aurel. Keseruan dalam latihan menciptakan atmosfer yang positif. Seperti yang diungkapkan oleh Romi, meskipun dia tidak pernah menari sebelumnya, dia bisa mengikuti dengan baik.
Salah satu tarian yang pernah dilatihkan adalah Tari Soyong. Pengalaman menarikan Tari Soyong menjadi sangat berarti bagi saya, karena saya berkesempatan untuk menampilkan tarian ini di acara launching buku herbal pada pertengahan Juni 2024 lalu di RRI Jakarta. Proses latihan dan menghafal gerakan tari ini tidak menemui banyak kesulitan, dan dalam kurun waktu April hingga Juni 2024, kami terus melakukan latihan bersama secara intensif, meskipun saya harus menempuh jarak antara Magelang dan Yogyakarta.

Tari Soyong saat launching Buku Herbal Pusaka Indonesia
Tari Soyong adalah salah satu tarian khas Jawa Timur yang diciptakan oleh Sanggar Kembang Sore di bawah arahan Drs. Untung Mulyana, A.T. Hum. “Soyong” berasal dari kata dalam bahasa Melayu yang berarti “sayang,” namun juga dapat diartikan sebagai “kosong” atau “suwung” dalam bahasa Jawa. Dengan properti khas berupa kipas dan sampur, Tari Soyong menggambarkan seorang gadis yang sedang dalam masa kemayu-kemayunya. Tarian ini merupakan salah satu bentuk tari kreasi baru yang kaya akan gerak enerjik dan penuh keceriaan.
Tari Soyong menjadi tarian kedua yang dipelajari oleh Sanggar Seni Pusaka Indonesia wilayah Yogyakarta, setelah Tari Nawang Sekar. Ketika pertama kali mendengar musik yang mengiringi Tari Soyong, saya langsung merasakan getaran sukacita yang kuat. Alunan gamelan yang dinamis turut memperkuat nuansa semangat dalam tari ini.
Tari Soyong memberikan kesempatan bagi saya untuk kembali menari di depan umum setelah 20 tahun. Sebelumnya, saya pernah membawakan Tari Jaipong. Berlatih di bawah arahan Endang dan melihat cara Endang membawakan tari ini membuat saya merindukan kembali momen-momen menari. Momen ini seakan membangkitkan kembali si penari dalam diri saya yang telah lama terpendam.
Pagelaran telah berlalu, namun teman-teman masih rutin berlatih menari setiap minggunya. Setelah Tari Soyong, saat ini kami sedang berlatih Tari Wira Pertiwi. Bagi kami di Yogya, menari tidak sekadar demi persiapan untuk tampil, tetapi juga karena keinginan untuk mendalami tradisi dan budaya Nusantara yang kaya melalui seni menari.
Aprianti Rahma Saumi
Kader Pusaka Indonesia Wilayah Yogyakarta