Skip to main content

Kita, sebagai bangsa Indonesia, sudah sepatutnya menghargai dan melestarikan warisan budaya yang kaya akan makna—salah satunya adalah batik. Dengan memahami proses pembuatan serta filosofi di balik setiap motif batik, kita tidak hanya mengapresiasi nilai estetikanya, tetapi juga turut menjaga jati diri bangsa.

Dalam semangat pelestarian budaya tersebut, Pusaka Indonesia menggelar talkshow bertajuk “Pengetahuan Dasar Membatik, Ragam Hias, dan Filosofinya” pada Sabtu, 12 April 2025, bertempat di Club Venue, Menara Imperium, Kuningan, Jakarta. Kegiatan ini merupakan perwujudan semangat Trisakti, khususnya dalam berbudaya sesuai jati diri bangsa. Talkshow ini menghadirkan narasumber berpengalaman di dunia batik dan kurator Wastra, yakni Sri Sintasari Iskandar (atau akrab dipanggil Neneng) dan Benny Gratha. 

Di sesi awal, narasumber memperkenalkan alat utama dalam membatik, yaitu canting yang terbuat dari tembaga. Lubang pada ujung canting (disebut ceret) memiliki berbagai ukuran dan bentuk, tergantung pada fungsinya—dari menggambar garis hingga mengisi area tertentu. Terdapat pula canting bertangkai satu hingga tujuh, yang masing-masing memiliki kegunaan khusus.

Selain canting, media penting lainnya adalah malam, yaitu campuran dari parafin, gondorukem, lemak hewan (kerbau atau sapi), dan minyak klanceng. Malam berfungsi sebagai lilin penahan warna dalam proses pewarnaan kain, dan merupakan unsur penting dalam teknik pewarnaan batik tulis.

Neneng juga menjelaskan tahapan proses membatik, mulai dari membuat sketsa motif, mencanting malam, hingga pencelupan kain ke dalam pewarna alami, seperti soga.

Talkshow ini tidak hanya membahas aspek teknis, tetapi juga mengajak peserta mengeksplorasi makna filosofis dari berbagai motif batik. Salah satu motif yang disorot adalah motif Kawung, yang terinspirasi dari bentuk buah kolang-kaling. Motif ini mengandung makna pertumbuhan dan kesuburan—harapan akan kehidupan yang terus berkembang dan bersemi.

Mengenal-Batik-Ragam-Hias-dan-Filosofinya-Pusaka-Indonesia

Neneng dan Benny mengenalkan rupa batik, ragam hias dan filosofinya

Lebih jauh, motif Kawung memiliki akar makna dalam budaya Jawa. Kata Kawung berasal dari kata Wung, yang berarti Suwung atau sunyi. Motif ini sering digunakan dalam suasana duka sebagai simbol harapan agar mereka yang telah tiada memperoleh tempat terbaik.

Menambah kedalaman makna, Setyo Hajar Dewantoro, Ketua Umum Pusaka Indonesia yang hadir pada kesempatan tersebut, turut memberikan pandangan dari sisi spiritual tentang motif Kawung. Menurut beliau, Kawung dapat dimaknai sebagai singkatan dari “Kahanan Suwung”. Beliau menyampaikan tiga makna utama dari motif ini:

  1. Kesadaran akan Sang Hyang Suwung, Sang Sumber Kehidupan yang meliputi segalanya.
  2. Ajakan untuk hidup secara meditatif, menjernihkan pikiran, dan meresapi rasa syukur dalam setiap momen kehidupan.
  3. Inspirasi untuk bersikap “Suwung ing Pamrih, yaitu bertindak tulus tanpa pamrih demi tujuan luhur.

Melalui talkshow ini, kita belajar bahwa wastra Nusantara bukan sekadar kain bercorak indah, tetapi juga warisan nilai dan filosofi yang luhur. Mari kita terus lestarikan dan kembangkan kebudayaan ini—dengan cara mempelajari, mempraktikkan, dan menjadikan batik bagian dari kehidupan sehari-hari kita.

Baca juga: Sinau Bareng Mbatik: Tahapan Belajar Membatik untuk Pemula

 

Wendy Barbara
Kader Pusaka INdonesia DKI Jakarta – Banten