Salah satu warisan budaya yang mulai dilupakan dan ditinggalkan adalah permainan tradisional. Siapa yang masih ingat dengan permainan tradisional masa kecil seperti Dakon atau Congklak, Go back through the door (lidah Jawa menyebutnya Gobak Sodor) atau Galasin, Jamuran, Cublak-Cublak Suweng, Benthik di Jawa Tengah atau Patil Lele istilah di Jawa Timur? Dan sebetulnya masih ada banyak permainan anak-anak di masa lalu yang selalu menjadi bahan obrolan menarik dan mengundang tawa di saat berkumpul dengan teman atau keluarga.
Ingatan masa kecilku masih menyimpan jelas semua permainan itu. Setiap hari, saya dan teman sebaya pasti memainkannya. Waktu yang paling tepat untuk bermain adalah setelah jam tidur siang, di saat udara sudah tak terlalu panas menyengat. Tidak ada capeknya untuk berlarian kesana kemari dan bahkan ketika terjatuh saat bermain.
Berikut beberapa permainan tradisional yang kuingat:
1. Dakon atau Congklak

Permainan Congklak – sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id
Permainan dakon atau congklak masih banyak dimainkan hingga saat ini, walaupun dengan alat berbahan plastik. Dulu, alatnya biasanya terbuat dari kayu dengan tujuh lubang kecil yang saling berhadapan dan dua lubang besar di kedua ujungnya. Biji yang digunakan bisa berupa kecik dari biji sawo kecik atau cangkang kerang yang berbentuk bulat memanjang. Tiap lubang kecil diisi tujuh biji. Keseruan dari permainan ini terletak pada strategi untuk mengambil biji-biji dari lawan. Apalagi kalau bisa mengambil di lubang yang penuh biji atau sering disebut ngebom, maka kita bisa mengumpulkan lebih banyak biji daripada lawan main kita. Permainan ini dimainkan oleh dua orang saja.
2. Gobak Sodor atau Galasin

Gobak sodor – sumber: Youtube Eko Parmono
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), permainan Gobak Sodor sudah terdaftar sebagai kata benda yang memiliki arti ‘permainan anak-anak yang terdiri dari dua kelompok, satu kelompok sebagai penjaga benteng dan kelompok yang lain berusaha menembus benteng lawan.’
Cara bermainnya adalah setiap orang dalam kelompok penjaga benteng membuat penjagaan berlapis sesuai garis kotak permainan dengan cara merentangkan tangannya dan hanya bisa bergerak ke kiri dan ke kanan supaya pihak lawan tidak bisa melewatinya. Sementara satu orang di garis tengah dapat bergerak tegak lurus dari penjaga lainya. Jumlah pemain biasanya berkisar antara empat hingga enam orang. Kelompok yang menang adalah kelompok yang semua anggotanya berhasil melewati benteng tanpa tersentuh oleh pihak lawan.
3. Jamuran

Dolanan Jamuran – sumber: tgrcampaign.com
Permainan Jamuran biasanya dimainkan pada sore dan malam hari dengan jumlah pemain antara tujuh hingga sembilan anak. Cara bermainnya adalah satu orang berada di tengah lingkaran atau disebut Pancer dan dikelilingi oleh anak-anak yang lain. Sambil bergandengan tangan, mereka berjalan berputar dan menyanyikan lagu Jamuran. Di akhir nyanyian akan ada pertanyaan, “Mau jamur apa?” Si Pancer akan menjawab sesuka hatinya dan anak lainnya akan menuruti permintaan itu. Seringkali permintaan atau jamur yang diminta itu menarik dan lucu. Salah satunya adalah Jamur Payung, maka anak-anak harus berdiri tegak dengan tangan terangkat. Si Pancer akan menggelitik ketiak mereka. Anak yang tertawa akan menjadi Pancer selanjutnya, menggantikan Pancer sebelumnya. Permainan ini bisa diulang-ulang dengan beragam permintaan.
4. Cublak-Cublak Suweng

cublak cublak suweng – sumber: tgrcampaign.com
Salah satu permainan favorit lainnya adalah Cublak-Cublak Suweng. Cara bermainnya sangatlah mudah, cukup dengan empat hingga enam anak. Salah satu anak berbaring telungkup di tengah sambil menutup mata, dikelilingi anak-anak yang lain. Telapak tangan masing-masing anak diletakkan di atas punggung anak yang berbaring telungkup. Salah satu dari mereka akan memegang kerikil dan memindahkannya dari satu telapak ke telapak tangan lainnya sambil bernyanyi Cublak-Cublak Suweng. Setelah lagu selesai, anak yang telungkup menebak siapa yang membawa kerikil itu. Kalau tebakannya benar, maka dia akan digantikan oleh anak tersebut. Sering kali anak yang membawa kerikil tidak tahan untuk tidak tersenyum, sehingga menjadi mudah tertebak.
5. Benthik atau Patil Lele

Benthik – sumber: budayajawa.id
Benthik adalah permainan yang menggunakan dua tongkat kayu dengan ukuran pendek atau janak (5 – 10 cm) dan panjang atau benthong (20 – 30 cm). Permainan ini terdiri dari dua kelompok dengan minimal satu orang anggota. Diperlukan lapangan yang cukup luas, supaya permainannya lebih leluasa. Ada tiga tahapan yang dimainkan yaitu Jugil, Namplek, dan Ngebom.
Jugil dimainkan dengan meletakkan janak melintang pada lubang memanjang yang dibuat di tanah untuk diungkit dengan benthong. Semakin jauh janak terlempar, akan semakin bagus. Pihak lawan akan mendapatkan nilai tambah apabila dapat menangkap janak. Untuk mengembalikan janak, pihak lawan akan melemparkannya ke arah benthong yang dipasang melintang di lubang. Jika janak mengenai benthong, maka akan ada pergantian pemain. Tahapan selanjutnya yaitu Namplek yang dimainkan dengan cara memegang janak di tangan untuk dipukul dengan benthong. Anak yang piawai memainkan benthik akan bisa melakukan pukulan dua kali sehingga membuat janak melambung jauh. Tahapan terakhir Ngebom, yaitu meletakkan janak agak miring di ujung lubang untuk dipukul dua kali. Pukulan pertama saat janak masih terpasang di lubang, dan yang kedua setelah terlambung dari lubang. Benthik adalah salah satu permainan yang terkadang membuat kepala benjol karena terkena kayu, tapi tetap saja anak-anak tidak kapok memainkannya.
Masih banyak lagi permainan tradisional yang ada di negeri ini. Permainan yang bermanfaat untuk tumbuh kembang anak. Permainan yang mengajarkan tentang kerja sama, ketangkasan, sportivitas, kejujuran, strategi, kreativitas, berdiskusi atau berembug, dan memecahkan masalah bersama. Kesenangan tidak hanya terletak pada kedua jempol yang sibuk mengetik di layar gadget atau berteriak-teriak sendiri saat bermain permainan online tetapi dilewati dengan kebersamaan tanpa ada rasa sakit hati saat kalah. Rindu rasanya melihat anak-anak bermain sambil berlarian, berkeringat, bahkan berbau panas matahari.
Fransisca Sicilia Evi Wijayawati
Kader Pusaka Indonesia Jawa Tengah