Skip to main content

Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku.

Indonesia tanah yang mulia, tanah kita yang kaya.

Indonesia tanah yang suci, tanah kita yang sakti.

Penggalan kalimat dari stanza pertama, kedua, dan ketiga dalam lagu Indonesia Raya 3 stanza ini memiliki makna yang sangat mendalam. Lirik-lirik ini diciptakan oleh Wage Rudolf Supratman, seorang pahlawan yang berjuang melalui seni. Dari beliau, kita belajar bahwa perjuangan yang suci bisa dilakukan lewat karya seni. Karya-karya Agung yang diciptakannya mencerminkan nilai-nilai patriotisme dan kecintaan yang mendalam terhadap tanah air Indonesia.

Dalam acara sarasehan yang diadakan oleh Pusaka Indonesia pada 17 Agustus 2024 di Auditorium M. Jusuf Ronodipuro, RRI Jakarta Pusat, dengan tajuk “Mengenali Kembali Tujuan dan Filosofi Bernegara dalam Lagu-lagu W.R. Supratman”, Bidang Seni Budaya turut berkontribusi dengan menyuguhkan konser mini. Dalam acara tersebut, dibawakan enam lagu ciptaan W.R. Supratman: Indonesia Raya 3 Stanza, Dari Barat Sampai Timur, Di Timur Matahari, Indonesia Hai Ibuku, Ibu Kita Kartini, dan Pahlawan Merdeka.

Sejalan dengan tema acara, kita diajak untuk kembali mengenang perjuangan W.R. Supratman yang menggugah semangat kebangsaan melalui lagu-lagunya. Lagu-lagu tersebut mengajak kita untuk menghayati makna perjuangan dan menumbuhkan semangat patriotisme agar kita terus berjuang demi kejayaan Indonesia, termasuk melalui jalan seni.

Konser mini ini berhasil dibawakan dengan indah oleh kader-kader Pusaka Indonesia dari berbagai wilayah. Tim penampil terdiri dari duet vokalis Andika Denianto (kader wilayah Jawa Timur) dan Oktavia Ayu Novitasari (kader wilayah DKI Jakarta – Banten), gitaris oleh Galih Komeng dan Wikan Kashana Putra (kader wilayah DKI Jakarta – Banten), bassist Imron Halim (kader wilayah Jawa Tengah), serta pemain biola Herdi Satria (kader wilayah Jawa Barat), dan bertindak sebagai konduktor adalah Stefani Dwi Cahyani (kader wilayah DKI Jakarta – Banten). Dari meja operator, beberapa kali saya meneteskan air mata haru dan bahagia menyaksikan penampilan tersebut.

Meskipun persiapan tidak mudah—karena keterbatasan jarak yang membuat latihan tatap muka sulit dilakukan—tim berhasil tampil dengan luar biasa. Beberapa personil bisa berlatih langsung, namun sebagian besar hanya mengandalkan rekaman untuk melatih teknik mereka. Berkat semangat seluruh tim dan kader lain yang mendukung, serta kesadaran bahwa ini adalah wujud perjuangan, keenam lagu berhasil dibawakan dengan penuh penghayatan.

Selain itu, bantuan dan pendampingan dari Emil RG Rasjidi, yang akrab dipanggil Atung Emil, juga berperan besar. Atung Emil, ayah dari Ay Pieta, Wakil Sekretaris Jendral (Wasekjen) Pusaka Indonesia, adalah seorang ahli dalam dunia seni musik. Beliau mendampingi latihan hingga gladi resik, memberikan masukan yang sangat berharga, sehingga turut mendukung keberhasilan penampilan tersebut.

Kami akan terus bergerak melanjutkan perjuangan yang suci ini. Dengan beraksi menciptakan mahakarya seni, berjuang untuk Indonesia Raya yang jaya.

Merdeka!

Arif Fajar Nugroho 

Ketua Bidang Seni Budaya Pusaka Indonesia