Skip to main content

Minggu, 1 Oktober 2023 pukul 04.00 dini hari WITA, saya berangkat ke Bandara Internasional Ngurah Rai. Perjalanan dari rumah saya di Tabanan ke bandara yang biasanya ditempuh dalam waktu 2 jam 30 menit ini lancar sekali, hanya memakan waktu 1 jam. Sambil menunggu boarding, saya meditasi formal tanpa audio dengan melatih sadari nafas. Pesawat on schedule menuju Jakarta, dan tibalah saya di bandara Soekarno Hatta Cengkareng. 

Baru saja keluar dari pesawat terdengar musik lagu “Gending Sriwijaya” di bandara, sambil jalan pelan-pelan menetes keluar air mata. Teringat ucapan Wasekjen Pusaka Indonesia, Keisari Pieta atau yang biasa disapa Mbak Ay bahwa tidak ada yang kebetulan. Setelah musik “Gending Sriwijaya”, lanjut berkumandang lagu-lagu kemerdekaan. Hati saya bicara, perjalanan ke Jakarta kali ini bukan hal yang biasa, tetapi untuk berjuang lewat pagelaran.

Setibanya di Auditorium RRI  Jakarta, kembali rasa haru bahagia muncul berjumpa semua saudara-saudara Pusaka Indonesia yang datang dari berbagai wilayah di Nusantara. Pelukan kangen, bahagia, dan rasa semangat semua melebur menjadi satu. Dapat sarapan nasi uduknya enak banget, orak-arik tempe, telur balado dan sambal kacangnya nikmat sekali. Terima kasih banyak berkah pagi ini, terkabul juga makan nasi uduk yang sudah ditunggu dari sebulan yang lalu.

Ruang tata rias dan make up di backstage penuh warna-warni Nusantara, yang bagi saya sendiri sebenarnya itu sudah termasuk pertunjukkan. Warna kamen (kain) tiap daerah dengan berbagai corak dan kebaya yang cantik dengan aksen etnik yang indah. Teman-teman perias maupun para penampil yang dirias tampak totalitas layaknya artis ibu kota, sangat memukau dan wajahnya keluar taksu (bersinar/bercahaya). Mereka yang kebagian make up lucu, juga punya mental yang kuat membuat tampilannya semakin menonjol. Beruntung sedikit-sedikit hening, jadi ketawanya semua terkontrol. Padahal jujur pingin banget teriak-teriak dan ketawa saking bahagianya melihat teman-teman sendiri yang tampilannya beragam, indah, dan lucu. Melihat Farandi, kader dari Cihirup Kuningan dan YP Kris dari Jabar yang berjatah peran menjadi pohon, rasanya ingin menyiram dengan asam amino karena kostum mereka sangat mirip pohon yang asli.

Saat waktu sudah semakin mendekati acara dimulai, kurang lagi 1 jam, tetapi tidak ada sama sekali muncul kekalutan di ruang make up. Teman yang tidak bisa dandan, ada yang siaga jadi penata rias dadakan, membantu teman yang belum berdandan. 

Suara musik kemerdekaan sebagai tanda acara sebentar lagi dimulai, membuat efek merinding ketika mendengarnya dan memompa tambahan semangat. Saya menonton pembukaan pagelaran dengan teman-teman Pusaka Indonesia wilayah Bali dari atas balkon. 

Acara dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya tiga stanza, pada bagian ketiga, saya tersentak karena liriknya membuat saya terbangun dan sadar untuk berjuang memulihkan tanah. 

Adapun liriknya yaitu sebagai berikut:

Indonesia tanah yang suci

Tanah kita yang sakti,

Di sanalah aku berdiri jaga Ibu Sejati

Tari Wilwatikta Binangkit oleh Ketua Umum Pusaka Indonesia Setyo Hajar Dewantoro

Tarian Wilwatikta Binangkit yang ditarikan oleh Ketua Umum Pusaka Indonesia Setyo Hajar Dewantoro diawali dengan background lambang Garuda Pancasila. Suara gamelan gending Jawanya diiringi gerakan tarian, membuat semua penonton terhipnotis.

Ada pula sesi pemberian penghargaan untuk kader Pusaka Indonesia yang sukses bertransformasi. Selamat buat teman-teman yang mendapat penghargaan, menjadi inspirasi bagi kita semua. Mereka adalah Retno Sulistyowati (Warisan Otentik), Mila Setiarini (Mom Tea), dan Parjono (Lada Jhon). Dari latar belakang bukan petani tapi mendapat tuntunan Diri Sejati sehingga bisa berkarya secara tulus dan konsisten menjadi berhasil seperti sekarang ini. Di sini saya mendapat pembelajaran bahwa sebenarnya kita bisa melakukan hal yang baru asalkan terus menerus dipraktikkan. 

Tarian Maumere persembahan dari Nusantara Centre yang disajikan di awal, menjadi ice breaking, penonton yang tadinya duduk diam jadi ikut goyang ke kiri dan ke kanan, dilanjutkan band dari Nusantara Centre membuat suasana semakin cair dan rileks.

Pada jam makan siang, ada Migan Zulmi, kader dari Jabar yang membagikan konsumsi untuk penampil dari masing-masing daerah sambil teriak-teriak dengan logat ngapaknya yang lucu. Menu makan siangnya istimewa, racikan dari dapur Warisan yang dikelola oleh Retno Sulistyowati. Dikemas memakai besek (wadah dari anyaman bambu), dengan sajian menu tiga jenis lauk pauk yang kental dengan bumbu rempah. Terlihat dari cita rasanya yang tinggi, pasti dimasak dengan penuh suka cita. 

Acara berlangsung tepat waktu, yang semula saya ada rasa cemas takut mundur waktu pertunjukan, karena saya dan teman-teman Bali harus mengejar pesawat kembali ke Bali.

Tibalah pertunjukkan Sendratari Amukti Palapa di segmen kedua, semua pemain hening sebelum tampil. Silih berganti tampil sesuai urutannya. Dari luar, kami terlihat euforia, tetapi aslinya tidak, terpancar dari cahaya muka semua pemain. Saya dan tim penari tampil menari sekitar dua menit, tapi rasanya seperti habis lari maraton penuh tenaga. Telapak tangan teman-teman dingin, tapi puas karena sudah bisa menampilkan performanya dengan maksimal.

Di akhir acara, semua pemain naik panggung sambil sama-sama menyanyikan lagu “Sabda Nusantara” dan lagu penutup yaitu “Bangkit”. Entah kenapa, air mata saya menetes tak berhenti dipenuhi rasa kebahagiaan yang luar biasa. 

Karena untuk bisa ada di sini di RRI Jakarta itu penuh perjuangan. Dari saya yang sama sekali tidak punya dana untuk transportasi, kemudian masalah waktu yang bertepatan saya juga harus tugas di pura, membuat saya berserah total menyerahkan semua pada Tuhan.

Tak disangka, semuanya bisa lancar dan sukses berkat semua keluarga besar Pusaka Indonesia yang bekerja gotong royong, tulus ikhlas, yang belum pernah saya temui di mana pun. Saat menulis ini pun, saya masih meneteskan air mata, karena rasa bahagia dan bersyukurnya masih sangat terasa di hati. 

Terima kasih kepada semua pihak, rekan-rekan kader Pusaka Indonesia yang telah berkontribusi dalam bentuk apa pun untuk acara ini. Tentu saja terima kasih kepada Mas Guru SHD dan Mbak Ay, atas energi kasih yang sangat besar ini bagi kami semua.

 

Putu Saraswati

Kader Pusaka Indonesia wilayah Bali