Hampir setiap akhir pekan, Rumah Pusaka Indonesia (RPI) Ubud yang berlokasi di Lodtunduh Ubud, Gianyar Bali, selalu ramai oleh kader-kader Pusaka Indonesia yang berlatih tari dan juga musik. Empat kader perempuan, Ni Kadek Dwi Noviyani, Ni Komang Diah Arnila Kartika, Ni Putu Eka Ernita, dan Gusti Ayu Sukma Prativa, sedang berlatih Tari Pendet di bawah asuhan pelatih Anak Agung Ratih Raikayanti, yang biasa disapa Mbok Gung. Tari Pendet ini akan dibawakan sebagai pembuka pada acara Pagelaran Musik Hening: Kebahagiaan dalam Harmoni, yang akan diadakan pada Jumat 25 April 2025 di Auditorium Abdurrahman Saleh, RRI Jakarta.
Tak hanya Tari Pendet, pada pagelaran ini kader-kader Pusaka Indonesia wilayah Bali juga akan tampil membawakan tiga lagu gubahan Ketua Umum Pusaka Indonesia Setyo Hajar Dewantoro, yang berjudul Kekasih Jiwa, Bersama Malaikatmu, dan Raih Bahagia.
I Kadek Cahya Adi Wardana, Koordinator Sanggar (Korsang) Pusaka Indonesia Wilayah Bali, menyatakan bahwa pagelaran kali ini terasa seperti membuka tabir baru. “Selama ini, potensi seni yang dimiliki oleh para kader seolah tersembunyi. Namun, dalam proses persiapan menuju pagelaran ini, satu per satu talenta mereka mulai muncul ke permukaan dengan cara yang mengagumkan,” ujarnya.

Latihan Musik Etnik Akustik
Di tim musik Pusaka Indonesia Wilayah Bali, Cahya juga menyoroti bagaimana talenta yang sebelumnya belum terlihat kini mulai bersinar dan mengambil peran penting. Misalnya, Gede Vernanda Satria Dita, yang juga Ketua Wilayah Pusaka Indonesia Wilayah Bali, tampil memainkan gitar dengan sentuhan modern yang berpadu apik dengan nada-nada tradisional. I Gusti Ngurah Agung Kresnanada menghidupkan suara rebab yang syahdu, sementara Anak Agung Sintha Prama Dewi memberi warna dengan vokalnya yang khas. Cahya sendiri mempersembahkan alunan Seruling Bali yang mengisi ruang dengan nuansa budaya yang kental. Kehadiran Ni Komang Diah Arnila Kartika sebagai penari latar juga menyatukan musik dan gerak dalam satu harmoni yang utuh.
Proses latihan pun sangat berkesan bagi Cahya. “Meskipun kami belum pernah tampil di panggung lokal, apalagi nasional, semangat untuk memberikan yang terbaik menjadi sumber kekuatan utama kami. Ketulusan, niat, dan kerja totalitas yang kami curahkan telah membawa kami pada satu titik di mana tiga lagu yang akan kami bawakan dapat diaransemen secara kolaboratif, menggabungkan elemen tradisional dengan nuansa gitar modern. Bagi saya inilah bentuk harmoni, sebuah kolaborasi lintas gaya dan generasi yang mengukir daya persembahan dari hati yang paling dalam,” katanya.
Bagi Sintha, vokalis, membawakan lagu-lagu gubahan Mas Guru SHD adalah pengalaman yang berbeda. ”Lagu-lagu karya Mas Guru ini sangat berbeda dari lagu-lagu komersial pada umumnya. Bukan tentang cinta atau kisah sosial semata, melainkan tentang ketulusan, kasih, dan penyerahan diri kepada Tuhan. Ada nuansa spiritual yang begitu kuat. Dari proses latihan membawakan lagu-lagu ini, saya merasa seperti sedang dibimbing untuk lebih memahami hidup. Lagu-lagu ini menjadi semacam jangkar bagi saya, terutama saat ego mulai menguasai—mengingatkan saya akan hakikat kita sebagai manusia yang harus terus belajar, berserah, dan berkasih,” ujar Sintha.
Proses latihan juga cukup menantang bagi Sintha. “Olah napas menjadi penting saat bernyanyi, tetapi tantangan terbesarnya justru bukan pada teknis vokal, tapi bagaimana saya bisa hadir secara utuh dan hening saat membawakan lagu-lagu ini. Tanpa keheningan, saya tidak bisa benar-benar meresapi dan menghidupkan makna lagunya. Saya memperbanyak menikmati napas, memasrahkan diri agar menyatu dengan lirik serta nadanya. Ini pengalaman menyanyi yang sangat berbeda dan memperkaya jiwa,” pungkasnya.
Tak hanya tim musik, Cahya juga menilai tim penari dari Bali juga menunjukkan semangat yang luar biasa, dengan totalitas dan dedikasi yang berhasil dibentuk oleh pelatih, Mbok Gung. Tim penari yang tidak hanya kompak, namun juga menampilkan wiraga, wirama, dan wirasa tari dengan sangat baik dalam proses latihan intensif selama empat bulan terakhir ini.
Persiapan pagelaran ini, menurut Cahya, menjadi bukti bahwa dalam ruang pengabdian dan kebersamaan, selalu ada potensi besar yang menunggu untuk ditemukan. “Dan, ketika potensi itu diberi ruang dan dukungan, ia tumbuh menjadi kekuatan seni yang menginspirasi,” pungkasnya.
Nenden Fathiastuti
Kader Pusaka Indonesia Wilayah Bali