Skip to main content

Pembukaan Hutan Surgawi dengan vegetasi utama tanaman bambu di Dusun Sendang Biru, Malang Selatan, dimulai dengan kolaborasi antara tiga lembaga yang memiliki visi yang sejalan. Pusaka Indonesia, yang didirikan oleh Setyo Hajar Dewantoro (Guru SHD), memiliki visi untuk mewujudkan Bumi Surgawi. Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru memiliki visi untuk menciptakan hidup sejahtera dalam harmoni dengan alam, sementara Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) berfokus pada visi mewujudkan damai sejahtera di Bumi.

Guru SHD, selaku Ketua Umum Pusaka Indonesia, selalu menekankan kepada para kadernya untuk bersinergi dan berkolaborasi dengan pihak lain dalam memuliakan Bumi. Beliau bahkan mencanangkan visi mewujudkan Bumi Surgawi melalui gerakan yang telah dilakukan selama ini. Setelah beberapa diskusi dan pertemuan intensif, kesepakatan tercapai, dan nota kesepahaman pun ditandatangani oleh ketiga lembaga. Selanjutnya pada 12 Desember 2024, penanaman awal dilakukan di atas lahan seluas 1 hektar. 

Proyek restorasi ini berawal dari keprihatinan akan perubahan bentang alam yang masif sejak tahun 1998, yang mengakibatkan berkurangnya sumber mata air. Keprihatinan ini kemudian menjadi perhatian Saptoyo, Ketua Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru yang mengelola Clungup Mangrove Conservation (CMC). Secara kebetulan, Saptoyo adalah kader Pusaka Indonesia, yang bulan ini baru diangkat sebagai Ketua Pusaka Indonesia Wilayah Jawa Timur. Saat itu, Saptoyo mengajukan proposal kepada Pengurus Pusat Pusaka Indonesia untuk melakukan kegiatan restorasi di area tersebut.

Restorasi yang dimulai di bagian hulu tidaklah mudah. Hutan di hulu telah mengalami alih fungsi menjadi lahan pertanian, sebagian besar dikuasai oleh masyarakat dan berubah menjadi kebun tebu. Oleh karena itu, pendekatan restorasi harus dilakukan secara bertahap. Fokus awal restorasi diarahkan pada lahan-lahan kritis dengan penanaman bambu. Sebagai langkah awal, dilakukan pendekatan kepada pihak GKJW. Di sisi lain, sosialisasi kepada masyarakat juga terus dilakukan untuk memberikan pemahaman tentang manfaat ekologis dan ekonomi dari bambu.

Berkat kolaborasi ini, sebanyak 56 rumpun bambu ditanam di lahan seluas 1 hektar milik GKJW. Untuk memastikan bambu tumbuh dengan baik, Tim Pusaka Indonesia melakukan kunjungan rutin setiap minggu untuk memantau pertumbuhan tanaman, memastikan kebutuhan air, serta menjaga keamanan lahan. Perawatan bambu dilakukan dengan metode Sigma Farming, serta pemberian nutrisi menggunakan vorteks Bakteri Pemulih Tanah Sigma (BPT Sigma 1 dan BPT Sigma 2), campuran cairan pupuk (liquid manure), Eco Enzyme, dan Asam Amino setiap bulan sesuai standar Sigma Farming untuk mendukung pertumbuhan tanaman.

Pada tahun pertama, perawatan berfokus pada pengecekan rutin dan pemeliharaan tanaman. Di tahun kedua, perhatian akan beralih pada pemangkasan dahan bambu untuk memastikan tanaman mendapatkan cahaya yang cukup untuk pertumbuhan optimal. Untuk memastikan suplai air yang cukup, digunakan sistem infus menggunakan galon berisi sumbu yang menyalurkan air ke dalam tanah. Metode ini juga berfungsi sebagai penahan panas untuk menjaga kelembapan dan suhu di sekitar rumpun bambu. Pada musim hujan, galon infus memanfaatkan air hujan, sedangkan pada musim kemarau, tim Pusaka Indonesia akan membuat instalasi irigasi dari Sendang Gambir.

Mengapa Memilih Bambu?

Bambu dipilih sebagai vegetasi utama dalam restorasi lahan dengan beberapa pertimbangan, di antaranya: 

  1. Pertumbuhan Cepat
    Bambu tumbuh jauh lebih cepat dibandingkan pohon kayu, sehingga lebih efektif dalam memperbaiki ekosistem. Bahkan, bambu merupakan tanaman dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Beberapa jenis bambu bisa tumbuh 5 cm per jam atau 120 cm per hari
  2. Manfaat Ekonomi
    Bambu bisa diolah menjadi bahan kerajinan dan produk rumah tangga dengan nilai ekonomi tinggi. Bambu dimanfaatkan oleh masyarakat tanpa harus menebang pohon secara keseluruhan. Dalam satu rumpun bambu bisa dipanen secara berkala tanpa merusak ekosistemnya. 
  3. Daya Tahan Tinggi
    Bambu memiliki daya tahan yang baik terhadap kondisi lahan kritis. Akar bambu yang kuat bisa membantu menahan erosi serta menyerap karbon.
  4. Konservasi Air
    Bambu mampu menyimpan air dengan baik sehingga berperan dalam menjaga ketersediaan sumber air di hulu.
  5. Produksi Oksigen
    Secara ekologis, bambu juga membantu meningkatkan kualitas udara dengan menghasilkan oksigen dalam jumlah besar.
  6. Produksi Rebung
    Rebung bambu dapat dipanen dan dimanfaatkan, sehingga memberikan dampak ekonomi terhadap masyarakat.

Role Model Hutan Surgawi

Pusaka Indonesia berharap agar hutan bambu yang telah diinisiasi secara kolaboratif di Sendang Biru ini, dapat menjadi role model untuk penciptaan hutan-hutan surgawi lainnya di Indonesia ke depan. Terutama tentang bagaimana sinergi dan kolaborasi dengan berbagai pihak dibangun. Model yang sudah diterapkan di Sendang Biru, tentunya dapat juga diterapkan di tempat lain. 

Selain itu, apa yang telah dilakukan oleh Pusaka Indonesia di Sendang Biru, dapat menjadi inspirasi bagi pergerakan lainnya. Para kader Pusaka Indonesia dan masyarakat luas juga diharapkan dapat memanfaatkan lahan masing-masing yang masih tersedia penanaman bambu. Terutama buat mereka yang mengalami tantangan serupa, dalam hal ketersediaan air bersih. Hanya saja, Pusaka Indonesia masih butuh mendalami secara lebih jauh dari aspek ekonomi. Salah satu potensi yang bisa digali adalah peran bambu menggantikan kayu dalam konstruksi bangunan. 

Ke depan, Pusaka Indonesia berharap, hasil panen bambu bisa ditampung oleh PT Bumi Nusantara Gemahripah (BNGR). BNGR dapat menampung hasil panen bambu, baik dalam bentuk bahan baku industri maupun produk turunannya. Dengan demikian, bambu tidak hanya berfungsi sebagai penopang ekosistem dan keanekaragaman hayati tetapi juga memiliki nilai ekonomi yang bermanfaat bagi masyarakat. Sebab realitasnya, masyarakat akan lebih termotivasi untuk menanam bambu jika ada manfaat ekonomi yang diperoleh. Oleh karena itu, hilirisasi produk bambu menjadi langkah penting agar masyarakat lebih tertarik untuk berpartisipasi dalam gerakan ini. 

Baca juga: Mengapa Kita Perlu Membuat Hutan Surgawi Sekarang?

 

Tim Penulis Pusaka Indonesia