Skip to main content

Coba bayangkan ini! Setiap kali pulang dari tukang sayur, pasar, atau minimarket, kita membuka tas belanja, mengeluarkan cabai, tomat, bawang, atau sayuran lainnya, lalu tiba-tiba terpikir:

“Lho, kok sudah habis seratus ribu lagi?”
“Baru kemarin beli sayur, hari ini harus beli lagi?”
“Kenapa harga cabai naik terus?”

Pelan-pelan kita mulai menyadari bahwa belanja dapur bukan sekadar rutinitas, melainkan beban harian yang terus menggerus tabungan keluarga. Dan, harga pangan yang tak terduga sering membuat perencanaan keuangan rumah tangga terasa mustahil.

Jika kita hitung dengan cermat, dalam seminggu, biaya belanja sayur saja bisa mencapai Rp120 ribu – Rp200 ribu. Sebulan? Bisa menyentuh angka Rp600 ribu – Rp800 ribu atau bahkan lebih, hanya untuk kebutuhan sayur, bumbu, dan herbal. 

Tidak ada yang salah dengan itu. Kita semua mengalaminya. Tapi satu pertanyaan sederhana sering terlintas: benarkah kita harus selalu membeli semua itu? Bukankah sebagian bisa tumbuh di pekarangan kita sendiri?

Baca juga: Memulai Urban Farming dari Langkah Kecil

Pertanyaan inilah yang menjadi inisiatif awal Sigma Farming Academy Bidang Pendidikan dan Pemberdayaan Pusaka Indonesia, untuk melahirkan sebuah gerakan bernama ‘Sentra Polybag Sigma (SPS)’. Gerakan ini ingin mengembalikan keluarga Indonesia pada kemandirian pangan, keharmonisan dengan tanah, dan kehidupan yang lebih sehat, lewat sebuah program bertajuk ‘15 Sentra Berdaya: Pulihkan Ibu Bumi, Sehatkan Dapur Keluarga dengan Sentra Polybag Sigma’. Di setiap titik, dibuat sebuah sentra sebagai ruang belajar dan bekerja bersama, yang menggerakkan warga untuk menanam sayur dan herbal secara organik, aman, dan berkelanjutan.

Mengurangi Belanja, Menumbuhkan Harapan Gerakan Polybag untuk Keluarga - Pusaka Indonesia

Tomat dalam polybag di SPS DKI Jakarta – Banten

Sentra Polybag Sigma tidak hanya membagikan polybag. Sentra ini mengajarkan kembali sesuatu yang sebenarnya sudah lama kita tinggalkan: bagaimana tanah bekerja, bagaimana tanaman tumbuh, dan bagaimana keluarga bisa mengambil peran dalam merawat bumi. Melalui metode Sigma Farming, warga diajarkan cara membuat media tanam organik, kompos dari sampah dapur, pestisida nabati, hingga cara perawatan tanaman harian tanpa bahan kimia sintetik.

Untuk memulainya, warga tidak butuh lahan yang luas. Tidak butuh modal banyak. Hanya butuh 40×40 cm ruang di depan atau samping rumah. Di 15 titik sentra yang akan dibentuk, Kader Pusaka Indonesia akan memberikan pelatihan. Warga merakit polybag, PKK dan Karang Taruna memobilisasi keluarga penerima manfaat, dan BUMDes membantu serapan panen dan pengelolaan distribusi.

Total ada 10.200 polybag yang akan ditanam dan 1.329 warga yang akan menerima manfaat langsung. Setiap polybag melewati quality control agar benar-benar siap menghasilkan sayur sehat bagi keluarga.

Baca juga: Solusi Keterbatasan Lahan dalam Menanam, Metode Sigma Farming

Untuk memperkuat keberlanjutan ekonomi, program ini juga bermitra dengan PT Bumi Nusantara Gemah Ripah (BNGR). Melalui skema modal bergulir cost-recovery, BNGR membantu penyediaan media tanam, logistik, hingga menjadi offtaker panen warga, agar hasil tanaman tidak hanya habis di dapur, tetapi juga dapat menghasilkan tambahan penghasilan. BNGR juga memastikan tata kelola keuangan sentra berjalan rapi, sehingga setiap batch produksi dapat berputar kembali tanpa beban.

Gerakan ini bukan sekadar menanam sayur, tetapi juga membuka peluang ekonomi mikro, dengan insentif untuk setiap polybag bagi warga atau kader yang merakit polybag Sigma. .

“Dari gerakan ini, dampaknya tidak hanya bisa dirasakan keluarga yang bersangkutan karena bisa mengurangi pengeluaran dapur, tetapi juga sampah organik rumah tangga berkurang, tanah pulih, pekerjaan mikro tumbuh di desa dan kota, dan ekosistem pangan lokal diperkuat,” ujar Niniek Pebriany, Ketua Bidang Pendidikan dan Pemberdayaan Pusaka Indonesia. 

Anda bisa membantu gerakan ini tumbuh lebih cepat dengan ikut berdonasi. Ketika Anda berdonasi, Anda ikut membantu keluarga menghemat belanja, membuka lapangan kerja mikro, dan memulihkan tanah. Dengan berdonasi, kita tidak hanya menanam sayur, tapi kita juga menanam masa depan.

 

Ficky Yusrini
Kader Pusaka Indonesia Jawa Barat