Siapa yang menyangka, lahan yang bertahun-tahun terpapar pupuk dan pestisida kimia bisa kembali subur. Di Desa Bareng, Kecamatan Sekar, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, Sriyatun dan suaminya, membuktikan hal tersebut melalui metode Sigma Farming di Kebun Surgawi (KS) 88.
Sebelumnya, kondisi KS 88 lahan seluas 150 m² menunjukkan dampak nyata penggunaan pupuk kimia: tanah menjadi padat, makin keras, dan tanaman pun jadi manja. Dosis pupuk yang diberikan terus meningkat, sementara harga pupuk terus berfluktuasi. Sejak resmi menjadi bagian dari Sigma Farming Academy Pusaka Indonesia pada Maret 2024, KS 88 mulai beralih sepenuhnya ke sistem pertanian organik. “Begitu saya bergabung sebagai kader Pusaka Indonesia, saya langsung meminta suami untuk tidak lagi membeli pupuk sintetis,” cerita Sriyatun penuh semangat.
Kompos dari kotoran hewan (kohe) seperti sapi, kambing, dan ayam, disebar di permukaan bedengan. Selain itu, tanah dipulihkan dengan amunisi khas Sigma Farming: semprotan Eco Enzyme, Vortex, Bakteri Pemulih Tanah, Asam Amino, Liquid Manure, serta fermentasi campuran bonggol pisang dan air cucian beras. Gulma yang muncul dicabut atau dipotong dengan sabit, lalu dimanfaatkan sebagai kompos. Sriyatun juga tidak lagi menggunakan pestisida kimia.
Baca juga: Aplikasi Sigma Farming untuk Membangun Kebun Surgawi
Sriyatun menceritakan, sebelum mengenal Pusaka Indonesia, ia selalu membeli pupuk kimia setiap musim tanam. “Sekitar tahun 2021, saya ingat betul pernah membeli 1,5 ton pupuk, dan itu menjadi penyesalan besar bagi saya karena saya sadar, tanah ini sakit karena pupuk-pupuk itu.” Para petani di sekitar rumah Sriyatun masih aktif menggunakan pupuk kimia meski harganya melonjak. Namun, ia sendiri tetap teguh menyehatkan kembali tanah di KS 88. “Ini sebagai wujud terima kasihnya kepada Ibu Bumi yang telah memberikan keluarga saya penghidupan,” tambahnya.
Tantangan dan Solusi Air di KS 88
Sriyatun mengakui bahwa ia belum bisa mengurus KS 88 secara penuh karena masih bekerja di Surabaya. “Jadi saat ini yang mengurus KS adalah suami, sementara saya baru bisa ikut mengurus lahan setiap 2 bulan ketika pulang kampung,” ungkapnya. Salah satu tantangan utama yang mereka hadapi adalah ketersediaan air. Sumur pertama di KS 88 selalu kering saat musim kemarau. Oleh karena itu, pada akhir September 2024, mereka memutuskan untuk membuat sumur baru. Sejak saat itu, kebutuhan air untuk menyiram tanaman tidak lagi menjadi masalah. Untuk menjaga keberlanjutan pasokan air, Sriyatun juga menanam dua bibit pohon beringin di dekat kedua sumur. Kini, aktivitas berkebun sepenuhnya bergantung pada aliran air dari sumur kedua.
Baca juga: Sigma Farming Berhasil Ubah Lahan Kering Hingga Sukses Panen Jagung
Panen Perdana dan Kekaguman Petani Lain
Rutinitas aplikasi amunisi Sigma Farming selama sekitar lima bulan membuahkan hasil luar biasa. Tanah mulai menunjukkan tanda-tanda kesuburan yang signifikan. Tiga ratus lima puluh batang singkong yang ditanam pada Oktober 2024 lalu sudah dipanen dua kali. Singkong sendiri biasanya dapat dipanen pada usia 8 bulan hingga 1 tahun. Panen pertama tidak begitu banyak karena tumpang sari dengan jagung, namun panen kedua menghasilkan jauh lebih banyak karena tanpa tumpang sari. Hasil panen singkong kedua sangat mengejutkan: satu pohon bisa menghasilkan 5 kg singkong atau bahkan lebih. Keberhasilan ini juga terlihat pada panen perdana singkong jumbo sigma di Malang, yang semakin membuktikan efektivitas pertanian organik dengan metode Sigma Farming.
Baca juga: Panen Talas Belitung di Kampung Sigma Farming
Menurut Sriyatun, karena tanaman singkongnya sangat subur, sangat banyak orang yang mengungkapkan kekagumannya. “Mereka bertanya pupuk apa yang saya gunakan. Saya pun menjawab jika saya menggunakan pupuk organik ala Sigma Farming,” ungkap Sriyatun penuh semangat. “Pak Le (paman) saya sering datang memandangi tanaman singkong dan ia terkagum-kagum,” tambahnya.
Singkong memang dikenal sebagai tanaman yang mudah ditanam, minim perawatan, serta relatif bebas dari penyakit dan hama. Selain itu, singkong merupakan sumber pangan sehat dengan berbagai alternatif pengolahan, seperti keripik, tepung, nasi singkong, tapai, kue, getuk, jemblem, hingga produk kekinian lainnya. Tak hanya singkong, KS 88 juga ditanami berbagai jenis pohon buah dan sayuran, seperti kelapa, mangga, sawo, jeruk, beringin, kelor, serai, kunyit, sayur kunci, dan cabai, yang semuanya dirawat dengan metode Sigma Farming.
Sriyatun sangat bersyukur bisa bergabung dengan Sigma Farming Academy dan belajar pertanian organik. Ilmu dan praktik ini membantunya menghadapi berbagai tantangan di lahan KS 88. Ia berharap dapat mengembangkan pertanian Sigma Farming ini secara berkelanjutan, sehingga tanah yang puluhan tahun sakit akibat penggunaan pupuk dan pestisida kimia sintetis dapat semakin sehat dan menghasilkan pangan berkualitas. Tak hanya itu, ia juga berharap para petani lainnya akan sadar dan mulai beralih ke sistem pertanian organik yang lebih selaras demi keberlangsungan pertanian jangka panjang.
Ni Kadek Ayu Rinawati
Kader Pusaka Indonesia wilayah Bali dan Sekitarnya