Pada November 2024, Presiden RI, Prabowo Subianto, bersama sejumlah menteri terkait, melakukan kunjungan ke beberapa negara, seperti Tiongkok, Amerika Serikat, Peru, Brasil, Inggris, dan Persatuan Emirat Arab. Kunjungan ini bertujuan menjajaki peluang kerja sama yang dapat memberikan manfaat bagi kemakmuran rakyat, dengan salah satu isu utama yang diangkat adalah swasembada pangan.
Mengapa Swasembada Pangan Penting?
Swasembada pangan merupakan bagian dari Asta Cita, delapan visi Pemerintah RI, dan menjadi salah satu fokus utama Kabinet Merah Putih. Dalam pidato pelantikan pada 20 Oktober 2024, Presiden Prabowo menegaskan bahwa swasembada pangan adalah keharusan dan perlu tercapai dalam waktu sesingkat-singkatnya [1].
Pangan adalah kebutuhan dasar manusia, dan swasembada pangan menjadi syarat utama kemandirian dan kedaulatan negara [2].Tanpa swasembada pangan, sebuah negara belum sepenuhnya mandiri atau berdaulat.
Data menunjukkan bahwa Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam isu pangan:
- Global Hunger Index (GHI): Skor Indonesia berada di angka 16,9 (kategori “sedang”), tertinggi kedua di Asia Tenggara. Sebagai gambaran, salah satu komponen dari indeks tersebut adalah tingkat asupan gizi, sebanyak 7,2% populasi atau hampir 20 juta orang di Indonesia masih mengalami malnutrisi. Hampir 20 juta masyarakat Indonesia tidak mendapatkan akses gizi yang cukup.
- Produksi Pangan Menurun: Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan produksi padi dari 59 juta ton (2018) menjadi 53 juta ton (2023) [3], penurunan sekitar 11% dalam lima tahun terakhir. Hal ini terutama disebabkan oleh alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan industri dan perumahan, yang turut menurunkan produktivitas pertanian.
Peran Diplomasi dalam Swasembada Pangan
Dalam upaya mencapai swasembada pangan, diplomasi memainkan peran penting sebagai sarana pembelajaran, kerja sama internasional, dan penggalangan dukungan.
1. Belajar dari Negara Lain
Diplomasi memungkinkan Indonesia mempelajari kebijakan swasembada pangan dari negara-negara yang telah berhasil. Salah satu contoh adalah Brasil yang telah menerapkan National School Feeding Program (PNAE) sejak 1979 [4]. Program ini:
- Memberikan makanan bergizi kepada 44 juta siswa.
- Mengharuskan 30% sumber makanan berasal dari petani lokal.
Program tersebut berhasil meningkatkan akses makanan bergizi dan menurunkan malnutrisi di Brasil, terbukti dari skor GHI Brasil yang hanya mencapai 6,6 pada 2024, jauh lebih baik dibandingkan Indonesia. Kebijakan seperti ini dapat menjadi contoh bagi Indonesia.
2. Kerja Sama Internasional
Diplomasi juga digunakan untuk menjalin kemitraan internasional, baik antarnegara maupun dengan lembaga internasional. Contohnya:
- Kerja Sama dengan New Development Bank (NDB): Menteri Luar Negeri RI, Sugiono, bertemu Presiden NDB pada Oktober 2024 untuk membahas dukungan program makan bergizi.
- Kesepakatan dengan Tiongkok: Presiden Prabowo dan Presiden Xi Jinping menandatangani dokumen kerja sama bertajuk “Food Supplementation and School Feeding Programme in Indonesia” pada 9 November 2024 [5], termasuk pengembangan food estate sebagai bagian dari inisiatif tersebut.
Namun, kerja sama ini perlu dicermati, terutama jika menyangkut aspek finansial. Dukungan dari lembaga seperti NDB sering berbentuk pinjaman, investasi ekuitas, atau jaminan [6], yang berpotensi menambah beban utang negara. Indonesia memiliki pengalaman pahit dengan utang pada 1998, sehingga perlu berhati-hati agar kerja sama internasional tidak menjadi beban ekonomi di masa depan.
Tantangan dan Kehati-hatian
Meskipun swasembada pangan melalui program makan bergizi adalah kebijakan yang baik, implementasinya harus dilakukan dengan hati-hati. Kerja sama internasional harus mengutamakan bentuk dukungan non-pinjam, seperti hibah atau bantuan teknis. Selain itu, perlu menghindari ketergantungan pada utang yang dapat memperburuk rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) [7].
Kabar baiknya, belum ada kesepakatan yang mengikat mengenai bentuk bantuan finansial apa yang akan dilakukan dengan Tiongkok dan NDB, baru sebatas komitmen politis. Hal ini memberikan ruang bagi pemerintah untuk merancang kerja sama yang lebih aman dan sesuai dengan visi swasembada pangan.
Singkatnya, swasembada pangan adalah keharusan untuk mencapai kemandirian dan kedaulatan Indonesia. Apalagi, peran diplomasi dan kerja sama internasional seyogyanya mampu memberikan nilai tambah terhadap upaya-upaya implementasi kebijakan tersebut. Namun, setiap kebijakan perlu dirancang dan dilaksanakan secara cermat agar realisasinya sesuai dengan apa yang dicita-citakan dan tidak menjadi bumerang di masa depan.
Made Diangga Adika Karang
Kader Pusaka Indonesia Wilayah DKI-Banten
Sumber:
[1] Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, “Pidato Presiden Prabowo Subianto pada Sidang Paripurna MPR RI dalam rangka Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI Terpilih Periode 2024-2029”
[2] Asta Cita, hal. 29
[3] Badan Pusat Statistik, ”Luas Panen, Produksi, Produktivitas Padi”
[4] The Brazilian Experience – The National School Feeding Programme
[5] “Indonesia-China Sepakati Proyek Pendanaan Makan Siang Gratis”
[6] New Development Bank General Strategy for 2022 – 2026
[7] CNBC Indonesia, “10 tahun Jokowi: Utang RI Bertambang Rp 6000 T”