Tulisan ini bertujuan mengingatkan kembali tentang pentingnya menerapkan Pancasila yang berlandaskan hening cipta, terutama dalam menyikapi situasi di tanah air beberapa waktu belakangan ini. Runtutan peristiwa unjuk rasa terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang terjadi di Bulan Agustus dan September 2025 menjadi salah satu momentum untuk ‘membangunkan’ (wake-up call), dan sebagai pengingat bagi kita untuk kembali menghayati esensi Pancasila: hening cipta.
Mari kita tarik sedikit ke belakang tentang peristiwa unjuk rasa tersebut. Tulisan ini bukan dimaksudkan untuk mengingat kembali tragedi yang mengenaskan, melainkan mengajak pembaca untuk memahami pembelajaran apa yang bisa kita ambil sebagai bangsa Nusantara. Perlu digarisbawahi pula, bahwa aksi unjuk rasa ini bukan sebagai cara yang sahih (sempurna) dan efektif untuk mengubah keadaan. Fenomena ini justru mengajak kita untuk berefleksi tentang perlunya kembali menghayati Pancasila yang sesungguhnya.
Berbagai media massa dan media sosial menyoroti bahwa isu kesenjangan ekonomi menjadi pemicu adanya unjuk rasa tersebut. Para elit yang notabene menjadi wakil rakyat malah memperoleh pendapatan dan gaya hidup yang jauh berbeda dari rakyat, dengan berbagai paket tunjangannya. Fenomena ini jelas membuktikan adanya kesenjangan sosial yang bertentangan dengan penerapan Pancasila terutama sila ke-5 (keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia).
Baca juga: Terapan Ekonomi Pancasila: Kunci Mewujudkan Kemerdekaan yang Seutuhnya
Unjuk rasa memang dapat menjadi salah satu cara untuk mengubah keadaan. Ini terbukti dari sejumlah tuntutan yang dipenuhi oleh DPR pasca runtutan aksi unjuk rasa tersebut. Sebagai contoh, DPR diindikasikan telah memenuhi beberapa tuntutan yang diajukan, salah satunya melakukan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri yang mulai diterapkan per 1 September 2025.[1] Namun demikian, perlu dicermati risiko-risiko yang dapat ditimbulkan dari aksi tersebut yang bisa menimbulkan ‘efek samping’. Mari kita sama-sama cermati.

Hening cipta bersama para kader Pusaka Indonesia dalam panduan Ketua Umum Setyo Hajar Dewantoro di Jakarta
Pertama, meskipun tidak selalu, kerumunan massa melalui demonstrasi memiliki risiko adanya aksi anarkis. Fakta pengrusakan fasilitas umum dan penjarahan di sejumlah rumah para anggota DPR menjadi bukti nyata. Keramaian ini di satu sisi menimbulkan desakan kepada para elit, namun di sisi lain juga menimbulkan keresahan publik, termasuk upaya penjarahan yang tentunya tidak dibenarkan. Belum lagi soal “adu domba” antara masyarakat dan aparat penegak hukum yang mengakibatkan korban jiwa. Dengan kata lain, apakah penjarahan dan aksi kekerasan ini adalah cerminan dari penerapan Pancasila?
Kedua, kebebasan berpendapat itu penting, namun seyogyanya dilakukan secara bijak. Memang ini menjadi tantangan di negeri kita saat ini ketika kebebasan berpendapat rentan disalahgunakan untuk menggiring opini masyarakat ke ‘server’ yang salah. Sebagai contoh, terdapat upaya untuk mengaitkan isu SARA selama aksi demonstrasi ini tanpa adanya kaitan yang jelas tentang isu SARA dan kesenjangan sosial.[2] Alhasil, ini hanya menambah ketakutan dan tidak membawa ke kondisi yang lebih baik. Perlu digarisbawahi pula bahwa ide ini bukan berarti membenarkan upaya-upaya untuk ‘membungkam’ kebebasan berpendapat, melainkan mengajak kita untuk lebih memahami informasi yang kita terima secara lebih utuh dengan mencari tahu kebenaran informasi sebanyak-banyaknya serta tidak reaktif terhadap informasi yang diterima.
Baca juga: Pusaka Indonesia dan Implementasi Ekonomi Pancasila
Ketiga, efek domino dari ketidakstabilan tersebut berimbas pada kondisi ekonomi makro Indonesia. Dampaknya adalah menurunnya kepercayaan investor dan pelaku usaha asing dalam berbisnis di Indonesia.[3] Meskipun bukan menjadi dampak utama, namun ‘efek samping’ terhadap perekonomian makro juga dapat merugikan masyarakat itu sendiri.
Singkatnya, 3 poin di atas seyogyanya menjadi refleksi kita bersama tentang bagaimana upaya yang perlu dan patut dilakukan untuk mengubah negeri ini ke arah yang lebih baik. Apakah upaya-upaya yang sudah dilakukan saat ini sudah cukup untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik lagi?
Kembali lagi, pertanyaan ini bisa dijawab jika kita bisa memahami esensi Pancasila yang sesungguhnya. Ketua Umum Pusaka Indonesia, Setyo Hajar Dewantoro, menegaskan bahwa Pancasila merupakan pemersatu bangsa dan jalan spiritual bangsa Indonesia agar kita sungguh-sungguh mempunyai kekuatan dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada di masa kini.[4] Lebih lanjut, Beliau juga mengajak kita untuk melakukan aksi dengan hening cipta.[5] Sebab tanpa hening cipta, aksi perubahan tidak akan berakhir pada tujuan ideal dari Pancasila itu sendiri, yakni untuk mewujudkan keadilan sosial.
Sekitar hampir 3 dekade lalu hingga saat ini, sejarah telah membuktikan bahwa aksi perubahan tanpa dibarengi dengan hening cipta tidak akan membawa terwujudnya keadilan sosial yang berkelanjutan. Hening cipta menjadi elemen yang hilang (missing), padahal ini merupakan esensi Pancasila. Tanpa hening cipta, tujuan Pancasila tidak akan berkelanjutan. Sebagai contoh, banyak para tokoh aktivis 98 yang dulu berjuang demi terciptanya keadilan dan kesejahteraan rakyat, yang sekarang berada di posisi sebagai pemegang kekuasaan.[6] Lalu, apakah tujuan Pancasila tersebut tercapai dan langgeng hingga saat ini? Tentu ini menjadi bahan refleksi bersama betapa pentingnya hening cipta dalam aksi perubahan.
Kembali mengutip pernyataan dari Ketua Umum Pusaka Indonesia, Setyo Hajar Dewantoro tentang fenomena ini: “Pancasila lebih banyak diajarkan secara kognitif dan akademik, ia lebih banyak dibicarakan sebagai filsafat dan aturan moral. Yang hilang adalah tradisi hening cipta sebagai laku spiritual yang menghubungkan setiap orang dengan Diri Sejati/Roh Kudus/Atman/Nur Muhammadnya. Maka, saya menginisiasi pentradisian hening cipta untuk menyalakan Api Pancasila di sanubari.”[7]
Made Diangga
Wakabid Riset dan Kajian
Daftar Referensi:
- https://nasional.kompas.com/read/2025/09/05/18290261/dpr-jawab-tuntutan-178-rakyat-umumkan-6-poin-keputusan?page=all
- https://www.kompas.com/cekfakta/read/2025/08/30/135900782/hoaks-pesan-berantai-bagi-warga-tionghoa-terkait-demo-28-agustus?page=all#page2
- https://money.kompas.com/read/2025/08/29/124324726/ihsg-melemah-227-persen-investor-khawatir-dampak-aksi-demo?page=all&utm_source=Google&utm_medium=Newstand&utm_campaign=partner
- https://share.rri.co.id/sharing/RadioContent/6847e93a65181a80b0892779?app_source=62440f93be525b77d58b94dd
- Bisakah Kita Mencipta Keajaiban Untuk Negeri Kita? – SHD2024
- https://www.inilah.com/daftar-aktivis-98-yang-jadi-pejabat-negara
- MENGAPA SAYA MENGINISIASI KEGIATAN HENING CIPTA & NGAJI PANCASILA – Pusaka Indonesia Gemahripah




