Skip to main content

Indonesia merupakan salah satu negara penyumbang sampah plastik terbesar di dunia. Bisa dibayangkan berapa jumlah limbah yang menumpuk di berbagai sudut kota, bahkan desa. Sanggar Seni Pusaka Indonesia terus mengupayakan untuk ikut berkontribusi dalam memanfaatkan limbah anorganik, salah satunya menjadi karya seni kreatif yang memiliki nilai estetika dan juga nilai ekonomis. 

Melalui sentuhan imajinasi dan kolaborasi kader Pusaka Indonesia wilayah Bali dan sekitarnya, limbah anorganik ini disulap menjadi karya seni yang tidak hanya indah dipandang, tetapi juga menyuarakan kepedulian pada lingkungan, yang diharapkan mampu menginspirasi lebih banyak orang dan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya daur ulang.

I Kadek Cahya Adi Wardana, yang biasa dipanggil Cahya, Koordinator Sanggar Seni Pusaka Indonesia wilayah Bali dan sekitarnya membagikan pengalaman otentiknya bersama para kader lainnya dalam aksi pemanfaatan limbah menjadi karya seni melalui siaran Obrolan Komunitas RRI Jakarta pada Mei 2025 lalu.

Baca juga: Aksi Kreatif Sanggar Seni Pusaka Indonesia Bali: Limbah Plastik jadi Properti Seni yang Estetik.

“Saya sendiri memang orang Bali asli, dan darah seni memang mengalir dalam diri saya, terlebih Bali juga terkenal dengan kekayaan seninya. Dulu saya tidak terlalu peduli pada limbah, namun sejak mengenal dan menjadi kader di Pusaka Indonesia, cakrawala pengetahuan saya terbuka tentang bagaimana kita bisa memuliakan Ibu Bumi. Melalui bidang Seni Budaya Pusaka Indonesia—yang salah satu programnya adalah Sanggar Seni Pusaka—selain belajar tentang budaya dan seni, kami juga menumbuhkan kepedulian terhadap limbah. Kami berkolaborasi dalam pemanfaatan sampah menjadi karya aksesori seni tari,” tandasnya.

Produk Seni Kreatif Pusaka Indonesia Manfaatkan Limbah menjadi Karya Indah

Produk Seni Kreatif Sanggar Seni Pusaka Indonesia Wilayah Bali

Cahya bercerita dalam membuat aksesori seni lebih mudah menggunakan kaleng-kaleng, kain perca atau potongan-potongan kain sisa hasil jahitan atau produksi garmen yang berukuran kecil yang tidak terpakai untuk keperluan utama, dan plastik bekas. Eksperimen menggunakan kantong kresek pun pernah mereka lakukan, tetapi hasilnya memang kurang maksimal saat proses pengukiran.

Inovasi dengan menggunakan kaleng bekas pun dimulai, dan hasilnya sangat memuaskan karena ternyata kaleng lebih mudah untuk diukir menjadi aksesori tari, seperti kalung, gelang, dan cuping tari – yang masih terus diproses hingga saat ini.

Namun, Sanggar Seni Pusaka Bali tidak hanya membuat karya seni dengan gaya khas dari Pulau Bali saja, tetapi juga memadukan gaya khas Nusantara, seperti aksesori gelang dan kalung. Cahya juga mengungkapkan bahwa Pusaka Indonesia rutin menyelenggarakan pagelaran seni budaya dan aksesori seni yang dibutuhkan dalam pagelaran tersebut. 

Baca juga: Pelatihan Pengolahan Limbah Plastik untuk Aksesoris Pementasan Seni Budaya

Dengan membuat aksesoris seni secara mandiri, hal ini tentu mengurangi biaya sewa. Selain itu, dengan pemanfaatan limbah menjadi karya seni ini, para kader diberdayakan sekaligus praktik langsung mengaplikasikan nilai-nilai Pusaka Indonesia, yakni kolaborasi dan kreativitas.

“Dalam pembuatan seni kreatif ini dibutuhkan kolaborasi; tidak bisa hanya bergantung pada satu orang. Saya sendiri memang bukan orang yang ahli mengukir, tetapi ada teman-teman yang bisa mengukir, ada yang menggambar motif ukiran, ada yang mengumpulkan limbah, dan di sinilah proses kolaborasi terjadi. Keunikan talenta individu diberdayakan di sini—mulai dari seni menggambar, seni ukir, hingga menuangkan warna ke dalam karya seni—semuanya merupakan kolaborasi yang luar biasa,” jelasnya.

Saat ini untuk pemanfaatan limbah menjadi karya seni memang perlu digaungkan ke masyarakat yang lebih luas. Namun, pemanfaatan hasil karya seni ini baru di internal Pusaka Indonesia, belum masuk ke ranah komersial untuk dijual. Melalui kegiatan ini, Cahya berharap bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat lebih luas untuk mencoba menemukan kreativitas lainnya dalam mendaur ulang limbah di sekitar kita menjadi sesuatu yang bernilai dan tentunya tidak mencemari Ibu Bumi.

“Untuk mencintai negeri ini kita bisa mulai dengan menyadari – sesederhana tidak membuang sampah sembarangan, daur ulang limbah yang memang bisa dijadikan sesuatu yang sederhana dan bermanfaat, dimulai dari tataran individu hingga melakukan kolaborasi bersama demi negeri yang kita cintai – demi Ibu Bumi yang terus memberi penghidupan untuk kita,” pungkasnya.

Baca juga: Edukasi Pilah Sampah lewat Program TTS

 

Aprianti Rahma Saumi
Kader Pusaka Indonesia wilayah Yogyakarta