- Buku: Arungi Samudra Bersama Sang Naga, Sinergi Poros Maritim Dunia dan Jalur Sutra Maritim Abad-21
- Penulis: Untung Suropati, Yohanes Sulaiman, Ian Montratama
- Penerbit: PT. Elex Media Komputindo
- Tahun Cetak: 2016
- Tebal: 230 halaman
- ISBN: 978-602-02-9146-8
- Resensor: Ay Pieta
Kisah kemaritiman selalu membuat rasa bergairah yang tinggi. Bermodalkan pengetahuan kemaritiman sebatas lagu berjudul “Nenek Moyangku” dan penikmat beberapa alat pelayaran wisata ketika berlibur serta penikmat secuplik kehidupan bawah laut dangkal. Beberapa tahun turut mencicipi kehidupan di atas fasilitas terapung selama menjadi pekerja sektor migas di Selat Madura yang nyaris turut menjadi saksi gelombang Laut Natuna yang terkenal ekstrem.
Sebagai resensor yang baru memecahkan telur memberikan resensi sebuah buku, inilah kesempatan untuk meneropong lebih luas isu seputar kemaritiman Nusantara tidak hanya sebatas kacamata turis dan komoditas wisata lokal namun dari sudut pandang geopolitik dan ekonomi bangsa.
Membaca pengantar buku ini terasa haru karena seperti membuka wawasan akan sebuah kebesaran kekuatan maritim yang dimiliki oleh Nusantara di masa lalu.
Bagian pertama adalah yang paling menggairahkan karena mengungkap arsitektur geopolitik Kejayaan Sriwijaya (abad 6 – 11) dengan bentangan kekuatan armada menjangkau Madagaskar dan pantai timur Benua Afrika, dan Kerajaan Majapahit (abad 12 – 15) dimana identitas kemaritiman bangsa tercetak dan terukir dalam lembaran sejarah yang bisa dijangkau oleh sains. Bukti sejarah mengatakan bahwa perkembangan jalur sutra sebagai jalur perdagangan Eropa-Asia yang umurnya sudah jauh lebih tua dari keberadaan Kekaisaran Romawi. Dan, bagaimana kejayaan kelautan di masa itu bergeser menjadi paradigma kedaratan sejak hadirnya VOC di Nusantara.
Sejarah bukan hanya catatan penting di masa lalu, tapi merupakan cerminan identitas yang menginspirasi kemajuan suatu bangsa, kata sang penulis. Teringat zaman sekolah dulu kami hanya diminta untuk menghafalkan nama kerajaan, tahun berdiri dan nama rajanya agar mendapatkan nilai kelulusan pada rapor.
Tidak pernah diceritakan bagaimana kedua kerajaan ini berjaya dengan mengelola potensi dan sumber daya nasional, yaitu posisi geografis yang strategis dan kemampuan armada laut kuat di wilayah lautan yang mendominasi. Tidak juga pernah dikisahkan bagaimana kedua kerajaan ini memanfaatkan peta geopolitik pada masanya dengan efektif sehingga menguasai komoditas perdagangan dan jalur perdagangan yang hanya bisa diakses melalui laut dengan baik.
Bagian kedua menjelaskan tentang sejarah arsitektur dan implikasi dinamika geopolitik indo-pasifik yang terjadi. Diceritakan juga berbagai kontribusi beberapa negara non-Asean turut berperan, seperti Australia, Jepang, dan India, juga Korea atas kebangkitan negara China. Dijelaskan juga berbagai kebijakan luar negeri Amerika dalam menyikapi kebangkitan China terlepas dari memanasnya sengketa perairan laut China Selatan yang menimbulkan konflik antara China dan negara-negara Asean.
Dalam bab ini terlihat jelas jalur persekutuan, masing-masing negara akan memperjuangan kepentingan nasionalnya, dan bersekutu kepada yang mampu membuat kepentingan nasional itu tercapai. Mereka yang tadinya kawan bisa menjadi lawan dan sebaliknya yang tadinya lawan bisa menjadi kolaborator dalam mencapai misi bersama. Kredibilitas negara-negara ASEAN yang terguncang akibat munculnya konflik internal antaranggotanya tentu dapat memicu perpecahan dan mengganggu stabilitas keamanan.
Bagian ketiga membahas kronologis dan evolusi Jalur Sutra Maritim Abad 21 yang merupakan imbas dari proses globalisasi negara maju untuk memenangkan kekuatan ekonomi, sehingga China bermanuver memilih jalur kekuatannya sendiri. Kebangkitan negara China telah secara agresif memulai strategi memperkuat kekuatan maritim dan mengesahkan jalur sutra maritim abad 21. Terlepas dari munculnya berbagai pro dan kontra yang menurunkan kepercayaan negara-negara ASEAN kepada China yang berimbas pada meruncingnya situasi internal negara ASEAN, mengakibatkan infrastruktur pertahanan dan keamanan di wilayah ASEAN belum dapat bekerja secara efektif.
Bagian keempat menjelaskan tentang kebijakan Poros Maritim Dunia yang dicanangkan oleh Presiden RI Joko Widodo setahun setelah China mengumumkan Jalur Sutra Maritim Abad 21, dimana sampai saat ini kebijakan ini masih berupa sebuah konsep mengambang yang penuh spekulatif, dan menciptakan beberapa jalur pengkajian oleh para ahli dalam melengkapi aspek teknis kebijakan tersebut.
Penulis buku ini merupakan salah satu tim pengkaji kebijakan dan telah merumuskan pemahaman kebijakan yang paling mendekati strategi kekuatan maritim nenek moyang Nusantara. Terlepas dari situasi kelautan di wilayah Asia Tenggara dan masih banyak konflik perairan dengan negara tetangga, Indonesia dianggap sebagai pemimpin wilayah alamiah akibat posisi negara yang dilewati oleh jalur lintasan vital bagi perekonomian global.
Bagian kelima dan bagian penutup sebagai akhir dari buku ini berisi rancangan strategi dalam upaya mensinergikan antara kebijakan Poros Maritim Dunia dan Jalur Sutra Maritim Abad 21, merupakan bagian yang membuka secercah harapan bagi pelaksanaan kebijakan yang akan membawa bangsa Indonesia kembali menjadi bangsa yang berorientasi kelautan. Poros Maritim Dunia akan menjadi sarana kebangkitan kembali Indonesia menjadi bangsa maritim, dimana sektor kelautan merupakan alat pemersatu bangsa.
Tidak dipungkiri bahwa keterlibatan negara adikuasa akan menjadi sumber kekuatan sekaligus sumber kerumitan kembalinya kekuatan maritim Nusantara, namun tentunya semangat tidak boleh padam. Kita tidak boleh menyerah dalam memperjuangkan aspirasi terbaik bagi bangsa.
Pemerintah Indonesia diharapkan untuk merespons dan menyelaraskan implementasi kebijakan Poros Maritim Dunia dengan Jalur Sutra Maritim Abad 21 dengan langkah yang bijaksana dan tepat sasaran untuk melindungi kepentingan nasionalnya.