- Judul: Kedatuan Sriwijaya.
- ISBN: 9786029402520.
- Penulis: George Coedes, Louis-Charles Damais, Hermann Kulke, Pierre-Yves Manguin.
- Penerbit: Komunitas Bambu.
- Terbit: September/2014.
- Kategori: Sejarah Indonesia.
- Resensor: Yudhie Haryono
Siapa tak kenal Sriwijaya, tak kenal Indonesia. Siapa tak kenal Indonesia, tak kenal Nusantara. Membaca buku ini, tentu saja demi mengenal Indonesia, Sriwijaya, dan Nusantara.
Buku ini dengan sangat dingin menulis bahwa bukti sejarah pusat negara Sriwijaya berpindah dari Palembang (Musi) ke Jambi (Batanghari) pada akhir abad 11. Ia tak berbentuk imperium yang imperial dan menjajah sekitar. Tapi, kerajaan biasa yang hidup dan berkembang di Pulau Sumatra.
Beberapa prasasti menyebut bahwa pusat kota Sriwijaya diperkirakan berbentuk seperti Venesia, di mana Sang Raja langsung naik perahu/kapal begitu keluar dari istana (kedatuan).
Kerajaan Sriwijaya tidak berbentuk seperti imperium yang diyakini selama ini. Mereka selama 5 abad berdiri, mengandalkan diri pada hubungan yang tidak terlalu kuat (hanya mengandalkan pada ikrar bhakti) dengan mandala/daerah bawahannya.
Tentu saja ikrar itu dibuat karena secara ekonomi mandala tersebut bergantung pada perdagangan dengan Sriwijaya atau negara lain yang dilakukan melalui Sriwijaya. Tapi, para datu mandala tersebut tidak benar-benar berada di bawah Sriwijaya, karena masih memiliki beberapa kekuasaan tertentu. Mirip federal. Bukan kesatuan.
Fakta di atas menjelaskan mengapa sedikit sekali bukti peninggalan sejarah Sriwijaya yang ditemukan di negara tetangga. Kota mereka tidak besar, kekuasaan teritorialnya terbatas. Istana dan kotanya sering bergeser sehingga bangunan tidak dibuat dengan bahan yang tahan lama.
Beberapa prasasti tentang Sriwijaya antara lain adalah prasasti Kedukan Bukit, Karang Brahi, Talang Tuwo, Sabokingking (Telaga Batu), Kota Kapur, Palas Pasemah, Bungkuk, dsb.
Sebagai penguasa Selat Malaka yang memiliki armada laut untuk dagang rempah-rempah, Sriwijaya merupakan sebuah negara yang bersistem monarki kedatuan, artinya dipimpin oleh seorang Datu. Datu adalah sebutan yang umum digunakan di dunia Melayu. Pimpinan tertingginya disebut Datu Maharaja.
Wilayah Kerajaan Sriwijaya terbagi menjadi beberapa bagian disebut mandala. Pemerintahan mandala di Sriwijaya dipimpin oleh Datu Mandala, yang kedudukannya lebih rendah dari Datu Maharaja.
Selain itu, ada pula pejabat pemerintah yang lain, antara lain raja muda, menteri negara, panglima perang, dan pengurus buruh. Seluruh jabatan tersebut memiliki tugas tersendiri sesuai dengan sumpah jabatannya. Ini bukti adanya struktur negara yang komplet.(*)