Skip to main content

Minyak kelapa dikenal luas sebagai bahan alami yang menyehatkan. Minyak kelapa dikenal memiliki manfaat dalam menyehatkan kulit, membantu penyembuhan luka, dan membantu kesehatan jantung. Namun, dengan segudang manfaat tersebut, tidak banyak yang tahu proses panjang di balik sebotol minyak kelapa. 

Salah seorang Kader Pusaka Indonesia Wilayah Bali yang juga Koordinator Bidang Sigma Farming Academy (SFA), Ni Kadek Dwi Noviyani, atau yang akrab disapa Novi, adalah seorang perempuan Bali yang memproduksi minyak kelapa dengan nama brand Paon Liang. Tidak hanya untuk kesehatan tubuh, Paon  Liang juga merupakan sebuah upaya menjaga lingkungan dan memberdayakan potensi lokal secara utuh. 

Ide awalnya muncul dari rasa keprihatinan Novi melihat banyak kelapa sisa upacara adat di Bali yang hanya dibuang begitu saja. Padahal, setiap bagian dari kelapa sebenarnya memiliki manfaat. Dari kepedulian inilah, lahir ide kreatif untuk mengolah kelapa menjadi produk bernilai tinggi, tanpa menyisakan limbah.

Proses Tradisional, Tanpa Limbah

Produk Paon Liang memiliki dua jenis minyak kelapa, yakni:

  • Minyak klentik, atau minyak kelapa hasil pemanasan yang biasa digunakan untuk kebutuhan memasak seperti menumis dan menggoreng.
  • Virgin Coconut Oil (VCO), yang merupakan minyak kelapa murni yang diproses tanpa pemanasan, bisa dikonsumsi langsung atau digunakan untuk perawatan tubuh, rambut, bahkan sebagai obat luar.

Menariknya, seluruh proses produksi Paon Liang dilakukan secara manual di dapur rumah Novi, dibantu oleh ayahnya. Mereka tidak menggunakan mesin besar, melainkan mengikuti metode tradisional yang sudah diwariskan secara turun-temurun. Dan satu hal terpenting adalah proses produksi yang dilakukan sama sekali tidak menghasilkan limbah.

Baca juga: Belajar Berwirausaha dengan Value di SEA

Setiap bagian kelapa dimanfaatkan secara optimal. Sabut dan batok kelapa digunakan sebagai bahan bakar. Ampas parutan kelapa dibagikan ke tetangga sebagai pakan ternak. Blondo (ampas minyak klentik) diolah menjadi makanan. Bahkan, batok kelapa pun diubah menjadi ciduk, sendok, atau mainan anak-anak. 

Ramah Konsumen dan Ramah Lingkungan

Paon Liang bukan sekadar usaha yang berorientasi pada keuntungan. Fokus utamanya adalah menciptakan dampak sosial dan lingkungan yang berkelanjutan. Melalui pendidikan wirausaha sosial di Social Entrepreneur Academy (SEA) Pusaka Indonesia, Novi belajar menjalankan bisnis tidak hanya soal untung rugi, tetapi juga tentang kejujuran, keberlanjutan, dan ketangguhan dalam menjalankan bisnis. “Pengusaha sosial bukan hanya mencari cuan, tapi juga memikirkan dampaknya bagi kesehatan, lingkungan, dan masyarakat,” kata Novi.

Kemasan produk Paon Liang juga menjadi perhatian khusus. VCO dikemas dalam botol kaca agar higienis dan awet. Minyak klentik menggunakan botol plastik food grade yang aman untuk makanan. Pelanggan juga diajak mengembalikan botol bekas untuk dipakai ulang, langkah kecil yang membawa dampak besar dalam pengurangan sampah.

Baca juga: Berdaya dan Berdikari Menjadi Wirausahawan Sosial yang Sukses

Ke depan, Novi berencana mengembangkan produk turunan dari kelapa, seperti snack sehat dari ampas kelapa, serundeng, serta produk kerajinan dari batok kelapa. Semua dirancang dengan semangat inovatif dan tanpa limbah. Novi mengungkapkan, Paon Liang bukan sekadar dapur penghasil minyak kelapa, tapi sebuah gerakan kecil dari Bali yang menyatukan tradisi, kesehatan, dan cinta pada lingkungan. “Dari kelapa yang dulu dibuang, kini lahir produk bernilai yang memberi harapan bagi masa depan yang lebih lestari,” pungkasnya.

Saat ini, produk Paon Liang tersedia di platform digital seperti Shopee melalui mitra distributor Gemah Ripah Nature’s Corner di Jakarta, Yogyakarta, dan Bali.

 

Maria Dewi Natalia
Kader Pusaka Indonesia