Skip to main content
  • Judul Buku: Barus Negeri Kamper.
  • Penulis: Daniel Perret dan Heddy Surachman.
  • Penerbit: KPG Jakarta.
  • Jumlah Halaman: 702.
  • Terbit: Nov/2015.
  • Resensor: Yudhie Haryono

Ini resensi awal soal buku pustaka jalur rempah. Resensi agar tak putus asa walau tak ada yang baca dan kerinduan terhadap buku-buku yang terpustakakan menjadi alasan lainnya. Semoga suatu saat kelak, kita bukan hanya punya perpus dan kampus, tetapi juga kebun dan pabrik jamu yang mendominasi dunia.

Tentu ini kesunyian tersendiri. Ide ini tak bergayung sambut dengan gempita. Padahal isu ini kuangkat sebagai cara subversif terhadap isu jalur sutra dan jalur orientalisme. Tapi, ya sudahlah. Tak usah diperpanjang tangisannya.

Dalam hal rempah, sejak dulu popularitas Barus, yang terletak di pantai barat Sumatra Utara, berkaitan dengan perdagangan kamper dari daerah pedalaman serta dengan penyair mistis Hamzah Fansuri. Buku ini menyidik sampai mana hal-hal tersebut diketahui.

Dua jilid awal (1998, 2003) seri ini telah memberi tumpuan kepada sejarah Barus di antara abad ke-9 dan abad ke-11. Dan, buku ini menyampaikan sumbangan terbaru mengenai sejarah Barus antara abad ke-12 dan pertengahan abad ke-17.

Publikasi ini memuatkan enambelas studi hasil penelitian yang ditulis berdasarka data arkeologi dan epigrafi, serta berbagai jenis sumber tertulis, baik lokal maupun asing.

Duabelas studi hasil penelitian, diantaranya berkaitan dengan program penelitian arkeologi yang dijalankan di antara tahun 2001 dan 2005 oleh École française d’Extrême-Orient (EFEO) bersama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional Indonesia.

Jauh sebelum kedatangan VOC dan kolonialis lainnya, Barus sudah menjadi bahan perbincangan banyak orang dari berbagai tempat. Catatan para pengelana asing, inskripsi, prasasti, kronik-kronik lokal, dan bukti-bukti tertulis lain acap kali menyebut namanya. Selain sebagai titik penting dalam perniagaan kuno di Samudera Hindia (pelabuhan transit), Barus sudah ramai dikunjungi para pedagang dari berbagai negeri sejak sebelum abad ke-6. Mereka datang untuk mendapatkan komoditas utama Barus, yakni kamper, kemenyan, emas, kayu gaharu, dan sutra.

Orang-orang Asia Selatan, terutama India dan Tamil, merupakan perintis perniagaan asing di Barus di samping orang Melayu, Aceh, dan Jawa. Bangsa Arab, Parsi, dan Tiongkok menyusul tak lama berselang.

Buku ini memperkenalkan hasil-hasil utama survei dan penggalian, sebuah esai tentang perkembangan ruang situs permukiman di daerah Barus, serta sebuah katalog temuan yang lengkap. Buku ini juga dilengkapi dua studi yang dijalankan di laboratorium atas sekitar 200 temuan, sebuah esai tentang sejarah seni makam Islam di Barus di antara pertengahan abad ke-14 dan pertengahan abad ke-20 yang dilengkapi dengan kajian epigrafi inskripsi berbahasa Arab yang belum dikenal sebelumnya.

Publikasi ini juga memuatkan edisi pertama sebuah teks setempat berkaitan dengan sejarah Barus, serta sebuah studi epigrafi mengenai sebuah prasasti Tamil dari abad ke-13, yang berasal dari wilayah Aceh juga dibahas dalam buku ini.

Akhirnya semua data ini dimanfaatkan untuk menulis sebuah sintesis tentang beberapa aspek sejarah Barus, terutamanya identifikasi dan perkembangan permukiman di daerah Barus, struktur umum pemukiman utama, berbagai aspek budaya kebendaan dan kehidupan sosial, inti dan perkembangan perdagangan jarak jauh, serta hubungan bukan komersial yang dijalin Barus dengan dunia luar, dari Timur Dekat ke Tiongkok.(*)

sumber foto: Instagram Warung Sejarah RI