Skip to main content

Melestarikan seni tari tradisional bukan hanya tanggung jawab para penari profesional atau mereka yang berbakat. Siapa pun, termasuk pemula, dapat berkontribusi menjaga warisan budaya luhur Nusantara ini. Hal inilah yang menjadi semangat bagi Titya Sumarsono Perry, Koordinator Sanggar Seni Budaya Pusaka Indonesia Wilayah Yogyakarta, untuk turut berkontribusi dalam melestarikan seni tari.

Dalam Obrolan Komunitas RRI 30 Mei 2025 lalu, perempuan yang akrab disapa Tya ini, membagikan kisahnya sebagai orang awam di dunia tari, yang kemudian bergabung dan aktif di Sanggar Seni Tari Pusaka Indonesia. Meski awalnya bukan penari, ia berani mencoba dan mengajak lebih banyak orang untuk ikut melestarikan tari tradisional.

“Yang penting rasa senang aja dulu, belajar disiplin waktu, belajar bertanggung jawab dengan menghafal gerakannya dan menghayati. Setelah itu akan tumbuh sendiri semangatnya,” jelas Tya. Menurut Tya, sangat banyak manfaat dari belajar tari bagi pemula, baik secara teknis maupun personal. Di antaranya adalah melatih kedisiplinan, sabar, tidak ambisius, berendah hati, tidak memaksakan diri agar langsung bisa, dan terus belajar dari kesalahan.

Baca juga: Pusaka Indonesia Bali: Membawa Tarian Tradisional ke Panggung Internasional

mengenalkan semi rari buat pemula pusaka indonesia

Kader Pusaka Indonesia Wilayah Yogyakarta sedang berlatih gerakan tari Betawi

Tya menambahkan, seni tari merupakan wujud ekspresi budaya yang mencerminkan identitas dan nilai dalam masyarakat. Ada tiga jenis tari Jawa jika dilihat dari proses penciptaannya, yaitu tari klasik, tari kerakyatan, dan tari kreasi baru. Tari klasik adalah tari yang lahir di keraton, biasanya dipersembahkan untuk raja yang bertakhta di masa tersebut, sehingga disebut juga tarian raja. Tari kerakyatan adalah tari yang lahir di dalam sebuah kelompok masyarakat. Sedangkan tari kreasi baru, adalah karya dari penggiat tari atau akademisi dengan memilih tema tertentu, menggabungkan unsur-unsur baru ke dalam tari klasik atau malah jauh dari tari klasik. Inspirasinya bisa dari perilaku hewan atau tokoh.

Bagi pemula, belajar tari bukan sekadar menghafal gerakan, tetapi juga memahami makna, ritme, dan filosofi di baliknya. Di Yogyakarta, Sanggar Seni Tari Pusaka Indonesia menjadi wadah belajar bagi pemula. Latihan rutin diadakan setiap minggu di Rumah Pusaka Indonesia (RPI). Tarian pertama yang dipelajari adalah Nawung Sekar, salah satu tarian klasik asal Yogyakarta, sebagai dasar untuk melanjutkan ke tari-tari berikutnya. ‘Nawung’ merupakan Bahasa Jawa yang berarti menata atau mengumpulkan, sementara ‘Sekar’ berarti bunga.

Selain tari Jawa, peserta diajak mempelajari tari daerah lain, seperti Pangkur Sagu dari Papua. Latihan didokumentasikan dan dibagikan di media sosial sebagai bentuk promosi budaya di era digital. Tya berharap lebih banyak anak muda Indonesia tertarik belajar tari, bukan hanya wisatawan mancanegara.

Baca Juga: Kembang Kelape, Tarian Nandak, dan Budaya Betawi yang Ceria Penuh Warna

“Ini adalah salah satu bakti kita untuk melestarikan kebudayaan. Latihan dulu, konsisten dulu, lalu nanti akan dapat sudut pandang yang berbeda setelah mempraktikkannya,” pungkas Tya. Selain di Yogyakarta, Sanggar Seni Budaya Pusaka Indonesia kini tersedia di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Bali.  Informasi lebih lanjut Pusaka Indonesia dapat diperoleh melalui Whatsapp 0878 8740 9090.

 

Stella Manoppo
Kader Pusaka Indonesia Wilayah DIY