Wastra merupakan kain tradisional Indonesia dengan beragam jenis, seperti kain batik, tenun, songket dan kain tradisional lainnya. Wastra Indonesia, biasanya memiliki motif yang unik dan berbeda-beda di setiap wilayah. Setiap motifnya memiliki makna, filosofi, sejarah, dan nilai-nilai mendalam yang berkaitan dengan perjalanan hidup manusia, sejak lahir hingga meninggal dunia.
Selain sebagai ciri khas dan identitas bangsa Indonesia, wastra juga dapat menjadi media untuk menceritakan kisah sejarah ataupun nilai-nilai budaya suatu daerah. Mengenakannya dalam keseharian dapat membuat wastra semakin dikenal banyak orang, sehingga masyarakat luas semakin mengenali wastra Indonesia.
Pusaka Indonesia sebagai sebuah perkumpulan dan komunitas yang mengangkat nilai-nilai kebangsaan, terus berupaya secara konsisten dan berkelanjutan dalam melakukan berbagai kegiatan untuk melestarikan wastra Indonesia. Koordinator Wastra Bidang Seni Budaya Pusaka Indonesia, Agnes Puteri, dalam acara Obrolan Komunitas di Radio RRI Pro 1 Jakarta pada Mei lalu memaparkan bahwa Pusaka Indonesia menyediakan wadah pembelajaran untuk mengenal wastra lebih jauh sebagai upaya untuk kembali kepada jati diri bangsa.
Baca juga: Lipa Sa’be : Wastra Nusantara Dari Mandar Sulawesi Barat
Beberapa kegiatan telah diselenggarakan oleh Pusaka Indonesia. Di antaranya adalah Talkshow Wastra sebanyak 6 kali, dengan mengundang pakar dan kurator wastra sebagai narasumber, yakni Neneng Sri Sintasari Iskandar dan Benny Gratha. Selain kurator, Neneng dan Benny yang sudah puluhan tahun berkecimpung di dunia wastra, juga memiliki banyak koleksi kain wastra yang sudah berusia ratusan tahun.
Agnes Puteri juga memaparkan beberapa tantangan yang dihadapi dalam melestarikan wastra Nusantara. Misalnya, seiring dengan semakin berkembangnya mode dan dunia fashion, berinovasi dalam mendesain wastra untuk fashion harus dilakukan agar tetap relevan dengan zaman. Akan tetapi, mode fashion yang dirancang hendaknya tetap mempertahankan nilai budaya dan tidak melupakan sejarah asli yang terkandung dalam kain wastra tersebut. “Oleh karena itu, perlu untuk selalu berkomunikasi dengan pakar wastra dalam setiap penggunaan kain wastra untuk membuat desain fashion,” tutur Agnes.
Menurut Agnes, untuk bisa terus melestarikan warisan budaya Nusantara ini, maka kain wastra dapat diadaptasi menjadi busana modern dengan menampilkan keindahannya, namun dengan tetap mempertahankan nilai-nilai dan filosofi yang terkandung dalam setiap motifnya. Oleh karena itu, menjadi sangat penting untuk terus belajar tentang wastra dari para pakar dan kurator, sehingga para desainer dapat mengetahui pakem-pakemnya ketika akan merancang sebuah sebuah model pakaian modern dengan menggunakan kain wastra.
Tantangan lainnya adalah bagaimana menghadapi persaingan global, terutama dengan semakin maraknya kain impor dengan beragam motif dan desain. Maka, dibutuhkan upaya yang keras agar anak-anak muda, terutama Gen Z bisa lebih mengenal dan mencintai wastra sebagai bagian dari warisan budaya Nusantara, serta agar mereka memiliki kesadaran untuk menggunakan wastra ini.
Baca juga: Kekayaan Wastra Nusantara yang Bergulat dengan Zaman
Selain itu, sebagai upaya menumbuhkan kecintaan generasi muda dan kepedulian terhadap wastra Indonesia, dalam setiap kegiatan talkshow, Pusaka Indonesia mengundang pelajar SMK dan Perguruan Tinggi untuk hadir. Program ini disambut dengan antusiasme yang tinggi dari para generasi muda, terbukti dengan banyaknya para pelajar yang menghadiri talkshow yang telah diselenggarakan.
Selain talkshow, Pusaka Indonesia juga telah mengadakan workshop membatik di Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Para peserta diajarkan proses membuat batik, termasuk praktik teknik mencanting. Pusaka Indonesia juga pernah mengadakan workshop membatik untuk anak-anak homeschooling usia 9-10 tahun di Jawa Barat, dengan tujuan agar anak-anak dapat mengenal batik sejak dini. Lewat kegiatan workshop membatik ini, diharapkan kelak Pusaka Indonesia bisa menciptakan keunikan motif batiknya sendiri.
Agnes menambahkan, saat ini kerjasama dengan berbagai pihak untuk kegiatan pelestarian wastra masih terbatas. Namun tidak menutup kemungkinan, ke depannya Pusaka Indonesia akan melibatkan lebih banyak pihak lagi untuk berkolaborasi, untuk memperluas kecintaan masyarakat terhadap wastra Indonesia. Dalam mengenakan kain wastra dalam keseharian, masyarakat tidak semata memaknainya sebagai sekadar kain, tetapi memahami makna serta filosofi yang terkandung di dalamnya.
“Kita berusaha menumbuhkan kesadaran bahwa memakai wastra berarti turut melestarikan warisan luhur budaya bangsa sebagai bentuk nyata rasa cinta terhadap tanah air,” tuturnya.
Sementara itu, pada aspek lingkungan, Pusaka Indonesia saat ini juga sedang merencanakan kegiatan riset pengolahan limbah batik, terutama limbah yang dihasilkan dari proses mencanting agar tidak memberikan dampak merusak pada alam.
Menutup obrolan, Agnes menyampaikan harapannya, “Dengan acara pelestarian wastra ini, semoga para generasi muda Indonesia mau lebih peduli, mendalami, dan ikut melestarikan wastra Indonesia ini sebagai warisan luhur budaya bangsa sehingga dapat lebih mencintai negeri ini dan tumbuh motivasi untuk mewujudkan Indonesia Raya yang jaya, gemah ripah loh jinawi.”
Neneng Sri Susanawati
Kader Pusaka Indonesia wilayah Jawa Barat